Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mesir Berada di Titik Kritis

Kompas.com - 25/11/2011, 02:21 WIB

Semua kekuatan politik di Mesir saat ini, baik yang ikut serta dalam unjuk rasa di Alun-alun Tahrir maupun di luar alun-alun, sepakat tentang harusnya dilakukan peralihan kekuasaan dari militer ke sipil. Namun, mereka berbeda pendapat tentang kepada siapa kekuasaan itu diserahkan dan kapan waktunya dilakukan peralihan kekuasaan tersebut.

Kubu Islamis, khususnya Ikhwanul Muslimin, menginginkan peralihan kekuasaan dari militer ke sipil pertengahan tahun 2012. Namun, misi politik Ikhwanul Muslimin bukan memprioritaskan peralihan kekuasaan, tetapi penyelenggaraan pemilu parlemen pada 28 November ini.

Bagi Ikhwanul Muslimin, pemilu parlemen merupakan pertaruhan politik karena yakin mendapat suara signifikan dan mendominasi pentas politik. Karena itu, Ikhwanul Muslimin menolak ikut berunjuk rasa di Alun-alun Tahrir karena bisa mengganggu pemilu parlemen.

Ikhwanul Muslimin pun semakin optimistis dan merasa berada di atas angin setelah pidato Ketua Dewan Agung Militer Marsekal Hussein Tantawi, Selasa malam. Tantawi menyatakan, militer siap menyerahkan kekuasaan selambat-lambatnya pertengahan tahun 2012 atau kekuasaan bisa segera diserahkan kepada sipil asalkan disetujui rakyat melalui referendum.

Konferensi pers dilakukan anggota Dewan Agung Militer Mayor, Jenderal Mukhtar el-Mula, Kamis (24/11). Isinya menegaskan pemilu parlemen dilakukan pada 28 November. Mukhtar el-Mula juga mengatakan, pengunjuk rasa di Alun- alun Tahrir tidak mewakili aspirasi semua rakyat Mesir.

Penegasan Tantawi ataupun El-Mula membuyarkan perjuangan kekuatan-kekuatan politik yang menginginkan segera ada peralihan kekuasaan dari militer ke sipil. Kubu ini juga berniat menggagalkan pemilu.

Penegasan militer sejalan dengan garis politik kubu Islamis, khususnya Ikhwanul Muslimin. Tak heran jika ada sejumlah analis menyebut, penegasan Tantawi dan El-Mula itu berbau ”main mata” antara Dewan Agung Militer dan Ikhwanul Muslimin.

Sementara Front Nasional untuk Perubahan, yang beraliran liberal pimpinan mantan Ketua Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), Mohamed ElBaradei, serta sejumlah kekuatan politik liberal lain menghendaki peralihan kekuasaan ke dewan presidensial.

Nama-nama yang diusulkan memimpin dewan presidensial adalah Mohamed ElBaradei, kandidat kubu Islamis Abdul Mun’im Abu Al Futuh, Hazem Abu Ismail, dan Hisham Bastawisi. Para pengunjuk rasa di Alun-alun Tahrir berasal dari Front Nasional untuk Perubahan dan kelompok liberal atau nasionalis lainnya.

Ada pula yang berpendapat, kekuasaan dialihkan saja dari militer ke Ketua Mahkamah Agung sesuai konstitusi 1971 yang telah diamandemen, yang menyebutkan, Ketua MA bisa memangku jabatan presiden selama 60 hari. Dalam kurun 60 hari itu, digelar pemilu parlemen. Kemudian ketua parlemen menyerukan pemilu presiden dalam waktu 60 hari.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com