Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tokoh Khmer Merah Bantah Dakwaan

Kompas.com - 24/11/2011, 02:36 WIB

PHNOM PENH, RABU - Pemimpin senior Khmer Merah, Khieu Samphan (80), menuduh pengadilan kejahatan perang berupaya memaksakan dirinya bersalah atas kejahatan yang tak dapat dia lakukan. Di hadapan sidang yang dibentuk untuk mengadili para pemimpin Khmer Merah, Rabu (23/11), Samphan mengatakan, dirinya sama sekali tidak punya otoritas kewenangan saat rezim brutal pimpinan Pol Pot berkuasa tahun 1970-an dan membunuhi rakyat Kamboja.

Dia juga membela diri, sepanjang menjabat sebagai kepala negara, dia satu-satunya tokoh Khmer Merah yang tidak pernah dilibatkan dalam rapat pembuatan kebijakan pemerintahan komunis radikal.

Khmer Merah dianggap bertanggung jawab atas kematian sekitar 1,7 juta rakyat Kamboja dengan ”ladang pembunuhan”- nya, serta kamp konsentrasi yang terkenal dengan kekejaman dan penyiksaannya, Tuol Sleng.

”Sekarang kalian mungkin menganggap apa yang saya akan katakan ini sebuah lelucon. Bagaimanapun, saya harus mengingatkan kembali, pada masa itu komunisme adalah satu-satunya gerakan yang memberi harapan di dunia. Apa yang saya inginkan ketika itu adalah yang terbaik untuk negara saya, Kamboja,” ujar Samphan.

Dalam bantahannya terhadap pernyataan awal jaksa penuntut, Samphan balik menuduh pengadilan yang didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa itu melebih-lebihkan kesalahan yang dilakukan Khmer Merah dengan mencampuradukkan fakta dan ”dongeng”.

Samphan juga mencoba mencari pembenaran terhadap eksistensi rezim dengan mengajukan konteks sejarah ketika Kamboja tengah berusaha keluar dari cengkeraman kolonialisme Perancis dan AS serta juga dari negara tetangga Vietnam.

Kejam

Khmer Merah berkuasa dengan kekejamannya sepanjang tahun 1975-1979. Saat itu jutaan orang Kamboja disiksa, dibunuh, dieksekusi, dan tewas akibat kelaparan dan penyakit menular. Atas kejahatan itulah, pengadilan internasional bekerja.

Selain Samphan, pengadilan mengadili dua terdakwa lain, yaitu Nuon Chea (85), wakil Pol Pot, serta Ketua Ideologi Khmer Merah sekaligus mantan menteri luar negeri, Ieng Sary (86).

Mereka bertiga didakwa melakukan kejahatan kemanusiaan, genosida, penyiksaan, pengejaran terhadap para pemeluk agama, pembunuhan, dan beberapa kebrutalan lainnya. Mereka sama- sama membantah semua tuduhan itu.

Pemimpin utama Khmer Merah, Pol Pot, tewas pada tahun 1998 di sebuah hutan saat dijadikan tahanan rumah oleh bekas rekannya sendiri. Semasa berkuasa, dia berupaya membangun utopia agraris di Kamboja.

Dongeng

Dalam sidang itu, Samphan menuduh bukti-bukti yang digelar di pengadilan lebih banyak diperoleh dari pemberitaan surat kabar lama dan buku-buku, yang disebutnya tak lebih dari sekadar ”kisah dongeng”.

Dia juga mengingatkan, penderitaan yang terjadi ketika itu juga diperparah serangan bom militer AS saat berperang dengan Vietnam.

”Apa kalian dapat membayangkan apa yang kemudian dihadapi Kamboja ketika itu setelah berbagai pembunuhan berdarah dan perang yang terjadi?” gugatnya.

Sehari sebelumnya, Nuon Chea menekankan peran dan jasa-jasanya melindungi kedaulatan Kamboja. Khmer Merah percaya Vietnam hendak menjajah Kamboja dan berada di balik berbagai persoalan yang muncul saat itu.

Pengadilan internasional yang didirikan tahun 2006 itu telah menggelar sidang atas penjahat perang, Kaing Guek Eav, mantan kepala penjara Tuol Sleng sekaligus kamp penyiksaan. Hukuman atas Eav dikurangi 19 tahun dari masa tahanan 35 tahun yang divoniskan kepadanya.

(AP/DWA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com