Perlahan-lahan Jatuh Cinta pada Sungai Gangga

Perlahan perahu kecil ini membawa kami menepi, mencapai undakan tangga yang telah kering tertimpa hangatnya mentari pagi yang menyoroti setiap sisi pelataran dan bangunan di ghat ini. Kami masih mencari wajah-wajah suci dalam setiap sosok yang kami temui.

Lalu mencoba bertanya akan misteri dan sejarah Sungai Gangga yang banyak menuai kontroversi di kalangan para masyarakat bahkan ahli medis. Tetapi tampaknya misteri itu memang akan jadi misteri yang tak terpecahkan, antara logika dan kepercayaan, melahirkan sisi lain dari kota ini.

Siang di Varanasi terlalu menyengat akhir-akhir ini. Untuk menunggu jadwal keberangkatan kereta kami menuju Satna yang masih di jam 23.20 malam nanti, kami lagi-lagi menghabiskan waktu makan siang di restoran favorit kami, Pulwhari Restaurant.

Hingga siang bergulir menjelang gelap, kami menikmati menu makan malam terakhir kami. Sekitar pukul 21.00 malam kami mulai mengangsur pergi meninggalkan kawasan sibuk ini menuju stasiun kereta api.

Platform 7 ramai dikerumuni para calon penumpang dan kami termasuk di antaranya. Ketika kereta bernama Varanasi JN. DBG.LTT Express tiba, kerumunan ini makin sesak saja.

Untungnya gerbong yang dimaksud tak jauh dari tempat kami menunggu. Bersama dengan sepasang bule dari Amerika Serikat yang duduk dalam satu kabin, terlibat sedikit pembicaraan sebelum akhirnya kereta ini melaju kencang meninggalkan kota Varanasi. (ZEE)