Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Daftar Dosa Korporasi AS

Kompas.com - 12/10/2011, 02:30 WIB

Gerakan Pendudukan Wall Street semakin merebak ke mana-mana. Gerakan ini jelas menentang arogansi korporasi dan kapitalisme umumnya. Daftar ”dosa” korporasi dan pemain saham memang tidak pendek, demikian pula dengan daftar korbannya.

Kemarahan para pendemo membuat banyak mata melihat kecurangan dan keserakahan yang dibuat segelintir orang. Namun, keserakahan ini telah memengaruhi kehidupan orang banyak.

Ketika krisis merebak lagi di AS tahun 2008, tidak sedikit dana yang dikeluarkan pemerintah untuk menolong perusahaan- perusahaan kondang. Sebut saja perusahaan asuransi raksasa AIG. Pemerintah, dengan dana dari pungutan pajak, mengucuri AIG 170 miliar dollar AS.

Kinerja keuangan AIG terpuruk karena banyak memegang obligasi beragun aset KPR (mortgage). Obligasi itu ternyata menjadi kertas belaka sehingga membuat keuangan AIG berdarah-darah.

Sialnya, setelah mendapatkan dana talangan, manajemen AIG justru melanjutkan tradisi bagi- bagi bonus seperti tidak terjadi sesuatu apa pun. Dana sebesar 165 juta dollar AS dibagikan untuk membayar bonus para eksekutif yang jelas-jelas tidak memimpin dan malah menjebloskan perusahaan.

Hal yang sama dilakukan Merrill Lynch. Seolah tidak memiliki sense of crisis, mantan CEO-nya mendapatkan bonus 4 juta dollar AS satu bulan sebelum Merrill Lynch diambil alih oleh Bank of America. Pada saat yang sama, Merrill Lynch membukukan kerugian operasional sebesar 21 miliar dollar AS.

Logika sederhana tentu mempertanyakan mengapa uang rakyat digunakan untuk membayar bonus eksekutif yang nyata-nyata tidak cakap mengelola perusahaan.

Pialang saham yang nista

Tak hanya kecurangan manajemen, kecurangan di bursa saham pun tak kalah maraknya. Perdagangan saham seharusnya dilakukan dengan wajar dan transparan, tetapi para pemain besar yang melanggar prinsip ini.

Rajaratnam (53) dituduh mendapatkan keuntungan secara tidak sah dari pasar modal sebesar 63,8 juta dollar AS dalam kurun tujuh tahun. Rajaratnam adalah pemimpin dan pendiri salah satu hedge fund terbesar dunia, Galleon, yang mengelola dana investasi 7 miliar dollar AS pada tahun 2008.

Sebelum dia menghadapi meja hijau, dia sesumbar memiliki kemampuan analisis bagus sekali, yakni mampu memprediksikan arah pergerakan saham. Dengan analisis itu, dia dapat meraup keuntungan besar dari perdagangan sahamnya.

Nyatanya, dia sering mendapatkan bocoran informasi, bahkan mencuri informasi dari berbagai kalangan. Perdagangan dengan bahan informasi orang dalam atau yang sering disebut insider trading diharamkan di lantai bursa. Akibatnya, Rajaratnam terancam hukuman penjara. Para nasabah pun harus pasrah.

Kecurangan Bernie Madoff lain lagi gayanya. Dia menipu para investor dengan menggunakan skema ponzi. Madoff pun mengambil keuntungan pribadi dari aksi ini. Dia memiliki apartemen mewah, perhiasan, dan barang mewah lainnya. Skandal Madoff disebut-sebut sebagai skandal terbesar dalam sejarah finansial AS.

Skema ini hanya memutarkan uang dari investor baru untuk menutupi investor lama. Korbannya tidak hanya orang kaya, tetapi juga para pensiunan yang berharap dapat pensiun nyaman dengan uang yang mereka investasikan lewat karya Madoff. Impian mereka kandas karena uang pensiun mereka menguap di tangan Madoff.

Walaupun dikritik tidak memiliki kesatuan tuntutan, Gerakan Pendudukan Wall Street merupakan ungkapan kekecewaan warga AS. Mereka sedang menggugat karena merasa hak- haknya diingkari. Krisis finansial yang berakar dari surat utang berisiko tinggi (supreme mortgage) hingga kini belum sepenuhnya berakhir, malah membuat tingkat pengangguran menjadi 9,1 persen.

Gerakan yang bermula dari taman Zuccotti ini semakin merebak ke mana-mana. Pada hari Senin sebanyak 50 orang lagi ditangkap di Boston karena tak mengindahkan permintaan polisi agar berpindah dari tempat mereka berkemah.

Apakah gerakan ini mampu menggerakkan dan memurnikan nurani para eksekutif serta pemain di dunia finansial? (joe)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com