Mantan Presiden dan Ketua Senat Pakistan Wasim Sajjad mengatakan, perang di Afganistan makin tak populer di mata rakyat AS. Setelah 10 tahun perang itu berlangsung, pasukan AS dan sekutunya tak kunjung bisa memberantas seluruh kelompok teroris.
”Mereka mencoba memberantas teror sampai ke akar-akarnya di Afganistan. (Tetapi) setelah 10 tahun, aksi teror justru meningkat. AS adalah sebuah negara adidaya, tetapi mereka tak bisa mengontrol (situasi di Afganistan), dan situasi terus bertambah buruk,” tutur Sajjad dalam wawancara khusus dengan Kompas di Jakarta, Senin (26/9) malam.
Ia mengatakan, dengan pemilihan presiden AS akan digelar tahun depan dan batas waktu penarikan pasukan dari Afganistan makin dekat, para pejabat AS saat ini bingung mencari jalan keluar dari persoalan dan mencari-cari alasan untuk menutupi kebuntuan situasi perang di Afganistan.
”Ini bisa saja merupakan strategi (kampanye) pemilu karena mereka (AS) akan menggelar pemilu tahun depan. Bisa juga mereka sekadar cari-cari alasan karena perang ini telah menghabiskan (uang) triliunan dollar AS dan menewaskan banyak prajurit AS. Mereka tidak bisa mengatasi itu semua, jadi mereka menyalahkan Pakistan,” kata Sajjad, yang memimpin delegasi parlemen Pakistan dalam sidang Asian Parliamentary Assembly di Kota Solo, Jawa Tengah, pekan ini.
Pernyataan senada disampaikan Senator Maulana Muhammad Saleh Shah Qureshi, Ketua Komite Urusan Agama Senat Pakistan. Menurut Qureshi, sikap AS saat ini menunjukkan perilaku seorang manusia yang telah gagal kemudian mencoba mencari-cari kambing hitam.
”Mereka tak benar-benar meraih sukses di Afganistan, jadi untuk menutupi kegagalan itu, mereka mengalihkan perhatian (dunia) ke Pakistan dengan semua tuduhan ini,” kata Qureshi.
Di Washington, Pemerintah AS saat ini sedang mempertimbangkan untuk memasukkan jaringan Haqqani ke dalam daftar organisasi teroris dunia. Tujuh pemimpin jaringan itu telah mendapat sanksi AS sejak 2008.
Tiga orang, yakni Sangeen Zadran, Sirajuddin, dan Badruddin Haqqani, dikenai sanksi dari Departemen Luar Negeri AS. Empat orang lain, yakni Nasiruddin Haqqani, Khalil Haqqani, Ahmed Jan Wazir, dan Fazl Rabi, mendapat sanksi dari Departemen Keuangan AS.