Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Khadafy Tetap Misterius

Kompas.com - 08/09/2011, 02:50 WIB

Kairo, Kompas - Keberadaan mantan penguasa Libya, Moammar Khadafy, terus menjadi teka-teki. Namun, para pejabat Dewan Transisi Nasional (NTC) mencemaskan berita tentang 250 konvoi kendaraan bersenjata asal Libya yang berhasil melintas dan tiba di Niger, Senin (5/9) malam.

Konvoi itu membawa banyak emas dan uang tunai dalam dollar AS dan euro. Seperti dikutip harian Al Hayat, Rabu, NTC cemas, dengan modal itu, Khadafy akan mengacaukan Libya.

Pekan lalu, sejumlah kendaraan penuh emas dan uang tunai juga hendak diselundupkan ke Aljazair bersama rombongan istri dan beberapa putra-putri Khadafy. Otoritas Aljazair menolak konvoi kendaraan penuh emas dan uang tunai, serta hanya menerima istri dan putra-putri Khadafy.

Diduga kuat, emas dan uang tunai itu diambil dari Bank Sentral Libya cabang kota Sirte.

Salah seorang pejabat NTC, Jumah Al Qamati, menyampaikan peringatan keras kepada otoritas Niger agar jangan menerima Khadafy dan dana tunai serta emas dari hasil curian aset rakyat Libya.

Al Qamati menegaskan, jika benar Niger menerima Khadafy dan kekayaan itu, akan ada dampak negatif terhadap hubungan bilateral Libya-Niger.

NTC cemas, dengan dana besar itu, Khadafy bisa mengendalikan perang gerilya.

Khadafy dan putranya, Saif al-Islam, sering mengancam akan melancarkan perang gerilya panjang di Libya.

Otoritas Niger membantah keras jika dalam konvoi kendaraan asal Libya yang bertolak dari kota Jufra di Libya menuju Agadez, kota Niger, didapati Khadafy. Pasukan Niger memang ikut mengawal konvoi kendaraan itu dari perbatasan menuju Agadez.

Otoritas Niger mengakui, ada dua pejabat tinggi militer Libya yang termasuk dalam konvoi kendaraan tersebut, yakni Letjen Ali Kannah (komandan pasukan khusus Khadafy) dan Letjen Al Reisyi (panglima angkatan udara Khadafy).

Khadafy disinyalir masih bersembunyi di Lembah Tagran di Gurun Fezzan (dekat perbatasan Libya-Niger).

Bibit perlawanan

Setelah kejatuhan Khadafy, beredar rumor bahwa Suriah dan Iran adalah sasaran berikut.

Menteri Pertahanan AS Leon Panetta, Selasa di Washington, menegaskan, kobaran revolusi di Iran hanya soal waktu.

Panetta, mantan Direktur Badan Intelijen Pusat (CIA) yang sejak Juli 2011 ditunjuk sebagai Menhan AS, memprediksi para reformis Iran akan belajar dari gerakan revolusi di Mesir, Tunisia, Libya, dan Suriah.

”Kami telah melihat sesuatu terjadi pada pemilu presiden Iran tahun 2009. Ada gerakan di Iran yang memiliki kesamaan perhatian seperti yang kami lihat di negara lain di kawasan itu,” kata Panetta.

Namun, ia mengakui ada kesulitan untuk mendukung gerakan perubahan di Iran.

Garda Revolusi Iran terlibat bentrokan sengit dengan para pengunjuk rasa di Teheran dan kota-kota lain setelah Presiden Mahmoud Ahmadinejad terpilih kembali pada pemilu presiden bulan Juni 2009.

Situasi politik di Iran saat itu semakin terpuruk. Para elite politik yang tergolong konservatif untuk pertama kali terpecah. Pemimpin spiritual Ali Khamenei dan Presiden Ahmadinejad berada dalam satu kubu. Mantan Presiden Hashemi Rafsanjani dan Ketua Parlemen Ali Larijani berada di kubu lain.

Dalam atmosfer politik di Iran, dua kubu tersebut berada di kubu konservatif. Namun, mereka terpecah setelah Ahmadinejad terpilih lagi.

Juga ada reformis yang terdiri dari mantan Presiden Mohamed Khatami dan kandidat presiden yang juga mantan Perdana Menteri Iran, Mir Hossein Mousavi. Mereka ini menolak keras terpilihnya kembali Ahmadinejad. Masing-masing kubu sama-sama mengerahkan massa untuk berunjuk rasa di Teheran saat itu.(mth)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com