JAKARTA, KOMPAS.com - Antasari Azhar, terpidana 18 tahun penjara dalam kasus pembunuhan Direktur PT Rajawali Putra Banjaran Nasrudin Zulkarnaen, mengajukan tiga bukti baru (novum) dalam sidang peninjauan kembali perkaranya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (6/9/2011).
Di hadapan majelis hakim yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Aminal Umam, Antasari mengungkap 28 lembar foto Nasrudin sebelum dan sesudah dilakukan autopsi oleh ahli forensik Abdul Mun'im Idries. Diketahui, ada tiga luka tembak pada tubuh korban. Ini menunjukkan, kata Antasari, mayat almarhum sudah dimanipulasi terlebih dahulu.
"Bukti P-1, P-2 dan Bukti P-3 menunjukkan adanya tiga luka tembak pada tubuh korban. Bukti P-1 adalah luka pelipis sebelah kanan berukuran 30 mm kali 20mm berbentuk corong yang membuka ke dalam," ujar Antasari saat membacakan memori PKnya dihadapan Majelis Hakim.
Sementara itu, P-2 atau bukti kedua berupa luka tembak pada pelipis sebelah kiri dan berdasarkan sifat lukanya, berasal dari tembakan jarak dekat dengan penghalang yang dapat menyerap mesiu. Temuan tiga luka tembak ini berbeda dengan hasil sidang sebelumnya yang menyebut bahwa ada dua tembakan bersarang di tubuh Nasrudin.
"P-3 berupa luka tembak pada belakang kepala sebelah kiri dan berbentuk bintang atau segitiga. Di mana umumnya luka tembak seperti ini adalah luka tembak jarak dekat atau tempel," sambung Antasari.
Bukti lain berupa mobil Nasrudin. Foto mobil itu menunjukkan ada bekas tembakan pada kaca mobil secara vertikal. Sementara, di kepala almarhum (Nasrudin) jejak tembakan berbentuk horizontal, satu dipelipis, satu di belakang telinga sebelah kiri.
Ahli Balistik Roy Haryanto yang memberikan keterangan tentang peluru yang dijadikan bukti material di depan persidangan mengatakan, peluru itu tidak bisa keluar dari senjata yang disita sebagai barang bukti. Sebabnya, peluru tersebut berukuran 9 milimeter sementara senjata yang dijadikan barang bukti adalah spesial 3,8 milimeter.
Terakhir, Antasari mengungkap bukti hasil penyadapan KPK terhadap nomor telepon yang digunakan oleh almarhum Nasrudin dan Antasari dari tanggal 6 Januari hingga 4 Februari 2009. Dari hasil penyadapan itu, ia menyebutkan, tidak ada SMS berupa ancaman yang berbunyi, "Maaf Mas, masalah ini cukup kita berdua saja yang tahu, kalau sampai ter-blow up, tahu konsekuensinya."
Dari tiga bukti baru ini Antasari meminta permohonan peninjauan kembali yang diajukannya diterima untuk seluruhnya dan membatalkan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1429/Pid/2010 tanggal 21 September 2010 yang menolak permohonan kasasi Antasari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.