Sementara itu, Rusia, Brasil, dan China yang belum memberi dukungan resmi kepada NTC terancam kehilangan bisnisnya. Salah seorang pejabat oposisi menyatakan, Libya memiliki isu politik dengan Rusia, Brasil, dan China. Pejabat lain mengatakan, mereka akan menghormati kontrak kerja sama yang dibuat pada masa Moammar Khadafy.
Terdapat sekitar 75 perusahaan China yang beroperasi di Libya sebelum perang. Mereka menangani sekitar 50 proyek dengan 36.000 tenaga kerja.
Perusahaan Rusia di Libya termasuk perusahaan minyak Gazprom Neft dan Tatneft, yang memiliki proyek miliaran dollar AS di Libya. Perusahaan minyak Brasil, Petrobras, dan perusahaan konstruksi Odebrecht juga berbisnis di Libya.
”Kami akan kehilangan Libya,” ujar Aram Shegunts, Direktur Dewan Bisnis Rusia-Libya. ”Kami akan kehilangan segalanya karena NATO akan melarang mereka berbisnis di Libya.”
Perusahaan energi Inggris, BP, menyatakan akan kembali ke Libya dan melanjutkan eksplorasi jika keadaan memungkinkan. Sebaliknya, perusahaan AS, seperti Marathon, ConocoPhilips, Hess, dan Occidental, keluar dari Libya pada awal tahun ini.
”Kami tidak tertarik kembali ke Libya saat ini karena kami tidak tahu apa yang terjadi,” ujar juru bicara ConocoPhilips, John McLemore.