Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Status Palestina di PBB

Kompas.com - 20/08/2011, 02:10 WIB

Makarim Wibisono

Presiden Barack Obama dalam acara perdebatan umum Majelis Umum PBB 2010 dengan rasa percaya diri menjanjikan perdamaian di Timur Tengah akan terus menggelinding dan mengerucut dengan diterimanya Palestina sebagai anggota penuh PBB pada September 2011.

Memang Obama telah memberikan prioritas terhadap masalah sengketa Palestina-Israel. Di samping karena sumber minyak dunia bermuara di Timteng, kawasan itu dianggap AS sebagai wilayah strategis untuk mengatasi keamanan global, khususnya terorisme dan keinginan AS memelihara kepentingan utamanya dengan Israel. Lobi Yahudi sangat kuat dalam perumusan politik luar negeri AS sehingga siapa pun yang jadi presiden AS harus mempertimbangkan benang merah kepentingan Israel.

Guna menghidupkan perundingan secara incremental, Obama telah mengangkat Utusan Khusus George Mitchell, meski kemudian mengundurkan diri, untuk menangani secara intensif dialog antara Palestina dan Israel. Wakil Presiden AS Joe Biden ditugaskan ke Tel Aviv guna mencari terobosan atasi kemacetan perundingan Palestina-Israel.

Langkah-langkah ini menimbulkan harapan tinggi bagi Palestina dan negara-negara Arab di Timteng karena AS satu-satunya negara yang memiliki keunggulan komparatif dalam mendamaikan Palestina dan Israel. Pidato Obama di Kairo dan Istanbul disambut hangat dan dianggap tanda-tanda adanya posisi segar AS dalam sengketa Timteng. Penerimaannya mirip saat Jimmy Carter meluncurkan buku Palestine: Peace not Apartheid.

Berbeda dengan Menachem Begin yang menangkap peluang emas dan mengantarkan Mesir-Israel ke perjanjian Camp David bersama Anwar el Sadat pada 1978, Pemerintah Israel di bawah Benyamin Netanyahu menolak keras usul dan langkah AS. Usul AS menghentikan pembangunan permukiman di Jerusalem guna menciptakan iklim kondusif bagi perundingan Israel-Palestina dianggap membahayakan posisi vital Israel. Kedatangan Biden malah dipakai untuk menunjukkan sikap Israel yang tak fleksibel soal permukiman di Jerusalem.

Israel sebenarnya telah menerima posisi dasar perdamaian Timteng sejak Camp David sampai pada formula kuartet (AS, Rusia, Uni Eropa, dan PBB), yaitu adanya dua negara: Israel dan Palestina, yang hidup berdampingan secara damai. Elemen utama dari usul perundingan yang didukung Obama adalah lahirnya negara Palestina dengan batas-batas wilayah sebelum 1967 dengan kesepakatan untuk tukar-menukar wilayah sesuai kemauan kedua pihak dan adanya jaminan keamanan Israel.

Palestina bersedia menerima posisi dasar yang ditawarkan AS agar perundingan bergulir. Masalahnya menyangkut soal prinsipiil karena Mahmoud Abbas tak bisa menerima perundingan dimulai dengan latar belakang aktivitas konstruksi permukiman yang dilakukan di Jerusalem.

Perjuangan di PBB

Tokoh-tokoh politik Palestina sudah hilang kepercayaan terhadap prospek perundingan yang didorong AS. AS yang dianggap Palestina satu-satunya negara di dunia yang mampu menekan Israel sudah tak berdaya mengatasi sifat keras Nentanyahu. Jalan yang dicoba Mahmoud Abbas adalah berjuang di jalan PBB. Duta Besar Palestina di PBB Riyad Mansour sudah diinstruksikan mengambil langkah-langkah prosedural agar Palestina dapat diterima sebagai anggota penuh dalam Majelis Umum (MU) PBB, September ini.

Dewan Keamanan (DK) PBB juga telah bersidang 27 Juli 2011 menjajaki sikap anggotanya terhadap permintaan Palestina menjadi anggota penuh PBB. Piagam PBB mensyaratkan, suatu negara berhak diterima jadi anggota penuh PBB jika disetujui MU dan DK PBB. Dari gambaran perilaku delegasi anggota DK, dapat diperkirakan AS akan bela Israel dengan segala cara.

Delegasi Israel secara eksplisit menolak langkah-langkah Riyad Mansour dan menyatakan tak ada jalan pintas bagi Palestina menuju kemerdekaannya. Dalam berbagai kesempatan, delegasi Israel selalu mengulang-ulang posisi dasarnya. Sebelum Palestina jadi negara merdeka dan diterima sebagai anggota penuh PBB, menurut Israel, Palestina harus berunding memecahkan enam persoalan pelik yang mengganjal, di antaranya batas-batas wilayah, status ibu kota Jerusalem, pembangunan permukiman, dan kembalinya pengungsi Palestina.

Persoalan pelik ini sudah sejak tiga dekade lalu diajukan Israel dan dibahas bersama wakil PLO, tetapi seperti lari-lari di tempat saja. Sebelumnya Israel selalu bersiteguh menolak kembali ke tapal batas 1967 yang dianggap tak menjamin keamanan Israel. Belakangan ada pergeseran sikap militer Israel mengenai arti strategis batas wilayah 1967 berkaitan kemajuan teknologi persenjataan yang dimilikinya.

AS akan memveto

Di atas kertas posisi Palestina di atas angin di MU PBB karena negara-negara Gerakan Nonblok akan mendukung sepenuhnya perjuangan Palestina. Demikian pula Liga Arab, Organisasi Konferensi Islam, dan Kelompok Afrika. Namun, gambarannya berbeda di peta persuaraan di DK PBB. Perancis dan Jerman diperkirakan akan menolak keanggotaan penuh Palestina di PBB. Inggris belum bersikap pasti menunggu arah angin pada saat terakhir. Delegasi AS masih membela Israel, bahkan Rosemary A Dicarlo dari Perwakilan Tetap AS di PBB telah mengancam akan menjatuhkan veto pada setiap usaha Palestina melakukan kampanye unilateral di PBB.

Bagaimana prospek politik Palestina di PBB? Bagi Mahmoud Abbas dan pemerintahannya, 2011 tahun krusial. Jika usaha memperjuangkan keanggotaan penuh Palestina ditunda melihat masih terpecahnya sikap DK, perjuangan Palestina akan tergeser dari perhatian publik dan media massa dunia karena 2012 pemilu presiden di AS. Dalam kalkulasi Palestina, apa pun hasil pemungutan suara di MU dan DK arahnya pasti menguntungkan Palestina secara politik.

Kalau hasil pemungutan suara positif, tentunya Palestina secara resmi akan jadi anggota penuh PBB. Namun, kalau hasil pemungutan suara di MU positif, sedangkan di DK negatif karena diveto AS, sesuai ketentuan Piagam PBB Palestina bisa diakui sah sebagai suatu negara tetapi dengan status observer seperti Takhta Suci (Vatikan) atau Swiss sebelum jadi anggota penuh PBB. Ini langkah maju karena status Riyad Mansour saat ini hanya observer mewakili PLO, bukan perwakilan negara Palestina.

Ke depan kalau situasi dan kondisi berubah kondusif, manuver Palestina bisa dicoba lagi seperti dilakukan Swiss yang berubah status di abad ke-21 karena dorongan faktor internal. Pemungutan suara di MU dan DK pada September mengenai kemerdekaan Palestina adalah taruhan berat bagi Obama. Dari konteks politik domestik, ia perlu memperhitungkan kepentingan Israel karena meningkatnya tekanan lobi Yahudi dan mempersiapkan basis politik menjelang pemilu.

Sebaliknya, dari konteks regional Timteng, AS senantiasa mendorong reformasi politik di Libya, Mesir, Tunisia, dan Suriah yang berjuang membebaskan diri dari kekangan sistem otoritarian. Apakah dalam konteks usaha bangsa Palestina jadi anggota penuh PBB dan memerdekakan dirinya dari tekanan pasukan pendudukan asing dilatarbelakangi bersemainya bunga-bunga demokrasi di Timteng, AS masih perlu memanfaatkan hak veto?

Makarim Wibisono Mantan Dubes/Wakil Tetap RI di New York dan Geneva

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com