Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpuruk di Mata Arab

Kompas.com - 13/08/2011, 02:55 WIB

Citra Suriah di mata dunia Arab kini sangat terpuruk. Pemberitaan di berbagai media terkemuka Arab akhir-akhir ini selalu menyudutkan Suriah. Ungkapan kekecewaan dan bahkan kecaman kini sering dialamatkan kepada rezim Presiden Bashar al-Assad.

Klimaks antipati opini dunia Arab terhadap Suriah terjadi setelah Arab Saudi dan Mesir mengkritik aksi kekerasan militer dan aparat keamanan Suriah di sejumlah kota, khususnya di Hama, yang membuat korban tewas berjatuhan. Sejak aksi unjuk rasa antirezim Al-Assad berkobar pertengahan Maret lalu, diperkirakan 2.000 warga negara itu telah menjadi korban.

Raja Arab Saudi Abdullah Bin Abdul Aziz, Minggu (7/8), memperingatkan Suriah akan berlanjutnya pertumpahan darah di negara itu. Raja Arab Saudi itu menegaskan, Suriah hanya memiliki dua pilihan, yaitu memilih jalan hikmah dengan melakukan reformasi politik total dan cepat atau semakin terperosok ke dalam anarkisme dan kesia-sian.

Dua hari setelah itu, giliran Menteri Luar Negeri Mesir Muhammad Amr Kamil menyampaikan kecemasannya atas situasi yang memburuk di Suriah. Ia khawatir situasi Suriah mencapai titik yang tak bisa dicarikan jalan komprominya jika pertumpahan darah terus berlanjut.

Peringatan Arab Saudi dan Mesir ibarat tabuhan genderang yang langsung disambut hangat publik di belahan dunia Arab lainnya. Kuwait dan Bahrain langsung menarik duta besarnya dari Suriah mengikuti jejak Arab Saudi yang terlebih dahulu menarik dubesnya dari Damaskus.

Di Kairo, warga Mesir berunjuk rasa di depan Kedutaan Besar Suriah meminta agar dubes Suriah diusir dari Mesir.

Bahkan, Turki, sekutu dekat Suriah, ikut berteriak mengkritik pertumpahan darah di Suriah. Hal itulah yang mendorong Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan mengirim Menlu Ahmet Davutoglu untuk menemui Al-Assad Selasa lalu.

Di satu sisi, Arab Saudi dan Mesir masih dapat membuktikan sebagai dua negara Arab besar yang mampu menggerakkan opini di Timur Tengah.

Berbagai artikel kemudian marak di media massa, yang isinya seragam mengutuk Suriah.

Pakar politik dari pusat kajian politik dan strategi Al Ahram, Osama Ghazali Harb, dalam artikelnya yang berjudul ”Menghormati Rakyat Suriah” pada harian Al Ahram edisi Rabu (10/8), mengatakan, rezim diktator di Suriah adalah yang terburuk di muka bumi ini karena telah menerapkan sistem warisan kekuasaan dari bapak ke anak yang jelas-jelas menodai prinsip demokrasi.

Menurut Ghazali Harb, keberhasilan revolusi di Tunisia dan Mesir telah membantu menguak isi hati nurani rakyat Suriah, yang sesungguhnya menolak praktik pewarisan kekuasaan di negaranya.

Analis politik harian Asharq al Awsat, Tareq Hamid, dalam artikelnya berjudul ”Apa Tindakan terhadap Suriah Sekarang ?” menyerukan segera dibentuk komite internasional yang melibatkan sejumlah negara Arab, Turki, Eropa, dan Amerika Serikat. Tugas komite internasional ini untuk mengamankan keluarnya resolusi Dewan Keamanan PBB yang lebih keras dan efektif terhadap Suriah.

Di antara sanksi yang seharusnya segera dikenakan pada Suriah saat ini adalah sanksi total PBB, seperti yang pernah dikenakan terhadap rezim Saddam Hussein di Irak.

Analis politik Fawas Haddad dengan artikelnya berjudul ”Suriah menuju terowongan gelap” menyayangkan rezim Al-Assad yang tampak menunda-nunda reformasi politik di negaranya sehingga membawa Suriah ke terowongan gelap.

Masih banyak artikel yang tersebar di berbagai media massa Arab dalam setiap hari menyampaikan kekecewaan dan kecaman terhadap apa yang terjadi di Suriah saat ini. Itulah opini yang terbentuk saat ini menyangkut Suriah.

(Musthafa Abd Rahman dari Kairo, Mesir)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com