Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hukum Menanti Mubarak

Kompas.com - 07/08/2011, 01:54 WIB

Musthafa Abd Rahman

Ribuan orang serta ratusan wartawan lokal dan asing terpaksa harus bertarung dengan terik panas yang mencapai 39 derajat celsius karena harus mengikuti jalannya sidang pengadilan mantan Presiden Mesir Hosni Mubarak dan kedua putranya, Alaa dan Jamal, serta mantan Menteri Dalam Negeri Habib al-Adly melalui televisi raksasa yang dipasang di depan kompleks akademi kepolisian.Kementerian Dalam Negeri yang bertanggung jawab atas keamanan sidang pengadilan itu hanya mengizinkan warga dalam jumlah terbatas dan wartawan televisi pemerintah yang dapat masuk ruang sidang.

Sebelum sidang pengadilan dimulai terjadi bentrok antara massa pro dan kontra Mubarak di luar kompleks akademi kepolisian. Mereka saling melempar batu dan botol. Namun, aparat keamanan berhasil melerai mereka dan kemudian aparat keamanan membuat barisan untuk memisahkan antara dua massa itu.

Namun, begitu sidang pengadilan Mubarak dimulai, semua massa tampak tenang mengikuti jalannya sidang itu. 

Guru besar hukum pidana pada universitas Kairo, Dr Ibrahim Ied, mengatakan, berkas perkara pidana Mubarak dan kedua putranya sudah maklum di mata publik dan telah sering dikutip media massa.

Menurut Ied, jika tuduhan itu terbukti, Mubarak dan kedua putranya akan mendapat hukuman sangat berat, yaitu hukuman mati atau seumur hidup.

Tuduhan pengkhianatan

Ia menegaskan, Mubarak dan kedua putranya dikenai tuduhan melakukan pengkhianatan besar, seperti penghancuran ekonomi negara yang membuat melarat rakyat Mesir dan pembunuhan terhadap para pengunjuk rasa damai.

Pakar politik dari Al Ahram, Osama Ghazali Harb, mengatakan, jika melihat tumpukan kesalahan Mubarak selama 30 tahun menjabat presiden, kapasitas Mubarak sesungguhnya tidak layak menjadi presiden. Menurut dia, Mubarak mendapat peran dan posisi politik penting sering secara kebetulan.

Ia mengungkapkan, Mubarak dikenal tidak berusaha merebut jabatan wakil presiden dan apalagi presiden. Disebutkan, ditunjuknya sebagai wapres, adalah semata-mata keputusan sepihak mendiang Presiden Anwar Sadat. Saat itu, tahun 1975, Sadat memanggil Mubarak untuk mengabarkan bahwa dia ditunjuk sebagai wapres.

Mubarak sendiri dalam beberapa wawancara dengan media mengatakan bahwa ketika dipanggil Sadat saat itu menduga akan ditunjuk sebagai menteri urusan penerbangan sipil atau Duta Besar Mesir untuk Inggris. Ia terkejut ketika tiba-tiba Sadat menyampaikan ditunjuk sebagai wapres.

Menurut Ghazali Harb, Mubarak juga bernasib mujur ketika ia selamat dari tembakan senjata kelompok Islamis radikal ke arah atas panggung upacara pada 6 Oktober 1981 yang menyebabkan tewasnya Sadat. Mubarak saat itu berhasil cepat menelungkup ke tanah sehingga terselamatkan dari berondongan peluru. Terselamatkannya Mubarak saat itu, membuka jalan ia menuju jabatan presiden.

Pakar politik dari kajian politik dan strategi Al Ahram, Amani Tawiel, mengatakan, proses pengadilan terhadap Mubarak harus dilakukan untuk memberi dampak positif secara psikologis atas rakyat Mesir. Menurut Tawiel, pengadilan terhadap Mubarak memberi pesan kepada rakyat Mesir tentang berakhirnya era tirani dan seorang mantan presiden diperlakukan seperti penduduk biasa di depan hukum.

Adapun salah seorang pengacara Mubarak, Abdul Razaq, membantah Mubarak melakukan pembunuhan terhadap para pengunjuk rasa. Menurut dia, jika Mubarak memerintahkan membunuh para pengunjuk rasa, yang tewas bisa mencapai 800.000 jiwa, bukan 800 orang.

Razaq mengatakan memiliki bukti-bukti yang tidak dapat mengadili Mubarak, atau proses pengadilan yang berjalan saat ini adalah ilegal.

Di antara bukti itu, kata Razaq, adalah hukum yang dikeluarkan Presiden Anwar Sadat pada tahun 1975. Hukum tersebut menegaskan bahwa semua komandan militer Mesir yang terlibat perang pada tahun 1973 bisa menyandang kepangkatan militernya sepanjang hidupnya. Maka, lanjut Razaq, Mubarak tidak bisa diadili oleh mahkamah sipil seperti yang terjadi sekarang ini.

Apa pun putusan hukum yang akan dijatuhkan kepada keluarga Mubarak, kasusnya kembali seperti mengulang sejarah. Para pemimpin diktator dunia, korup, sekaligus kejam, hampir selalu berujung dengan nasib yang menyedihkan. Sekali lagi, ini adalah peringatan kepada pemerintahan di mana pun di dunia agar selalu berhati-hati. Ganjaran atas semua perbuatan hanya menunggu waktu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com