Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar dari Kematian News of the World

Kompas.com - 14/07/2011, 12:46 WIB

*

Kita mesti jujur, di Indonesia, tradisi itu belum kuat. Saat ada kesalahan cetak nama narasumber saja, media kita abai dengan perbaikan. Bahkan, saat menulis kronologis kejadian saja, masih sering salah. Wujud paling mudah dilihat adalah contoh berikut ini. Cobalah ambil tiga koran lokal di daerah Anda. Baca satu berita yang sama, misalnya kriminalitas. Coba simak nama korban atau nama pelaku, hampir pasti berbeda. Bayangkan, hanya untuk urusan nama, belum yang lain.

Media di Indonesia memang harus banyak belajar. Belajar profesional, belajar disiplin verifikasi, dan belajar rendah hati. Rendah hati? Ya, rendah hati. Bahkan, satu dari sembilan elemen jurnalisme yang diusung Bill Kovach dan Tom Rosensteil dalam buku Sembilan Elemen Jurnalisme, adalah rendah hati. Jadi wartawan tak menjadi insan yang sok, ditakuti, dan disegani. Wartawan adalah warga biasa yang bertugas sebagai pewarta. Dan dengan rendah hati juga seorang Bondan “Mak Nyus” Winarno mampu menginvestigasi kematian misterius geolog perusahaan tambang emas Kanada, BreX: de Guzman.

De Guzman dicari banyak orang karena memberikan keterangan bahwa cadangan emas di Busang sangat besar. Imbasnya, harga saham BreX naik dan semua petinggi korporasi itu menikmati duit yang besar. Tidak terkecuali de Guzman. De Guzman ditemukan “mati” jatuh dari helikopter. Dan Bondan dengan kesungguhan bekerjanya akhirnya “membuktikan” bahwa Guzman belum mati. Ia hanyalah lenyap karena tak mau bertanggung jawab atas kisruh cadang emas di Busang.

Dengan kerendahan hati, semua narasumber mau memberikan keterangan tanpa Bondan menyembunyikan diri status jurnalisnya dalam bekerja. Setiap akan mewawancarai narasumber, ujar penulis-sastrawan Linda Christanty, Bondan terang-terangan mengaku wartawan dan akan menulis buku soal kematian Guzman. Dan Bondan membuktikan dengan kerendahan hati, reportasenya itu selesai dengan judul buku: Sebungkah Emas di Kaki Pelangi. Sayang, buku itu tak pernah saya peroleh. Semasa itu direportase, zaman Presiden Suharto, karya jurnalistik itu dilarang edar karena menyangkut nama Menteri Pertambangan IB Sudjana.

*

Kita berharap media massa Indonesia semakin matang dan rendah hati dalam bekerja. Pengalaman News The World dan The New Republic bisa menjadi ibrah yang paling baik. Ini penting agar media kita semakin bermartabat. Paling tidak Pak Presiden Yudhoyono tak acap curhat soal perlakuan media kepadanya dan kepada partainya: Demokrat. Wallahualam bissawab.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com