Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sapi Australia Tak Datang? Jangan Takut

Kompas.com - 24/06/2011, 05:33 WIB

Sejak 2004, kebijakan impor juga memukul gairah beternak. Menurut data Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia, impor sapi bakalan turun dari 765.488 ekor tahun 2009 menjadi 521.000 ekor pada 2010, tetapi pada periode sama impor daging (setara sapi) meningkat dari 560.000 ekor jadi 600.000 ekor.

Impor sapi bakalan yang syaratnya maksimal berbobot 300 kg/ekor dianggap lebih baik daripa impor daging beku karena masih memberi nilai tambah berupa lapangan kerja dan industri ikutan, seperti kulit dan tulang.

Cetak biru Program Swasembada Daging Sapi 2014 Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan memperlihatkan, tahun 2004- 2006 impor jeroan mencapai 58,5-75,3 persen dari total impor daging, terdiri dari jantung, hati, babat, usus, limpa, paru, ginjal, dan testis. Impor itu mengurangi keuntungan peternak dan gairah beternak.

Yang juga mendistorsi harga adalah masuknya daging ilegal. Maret lalu, Badan Karantina Pertanian dan Bea Cukai mencegat 51 kontainer daging ilegal di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.

Sekjen Asosiasi Distributor Daging Indonesia (ADDI) Ahmad Hadi mengatakan, daging impor disukai karena pasokan dan kualitasnya terjamin.

Untuk mendukung swasembada, ADDI mengharap pemerintah membantu memperpendek rantai distribusi dari peternak ke pengguna. Di Jawa Timur, ADDI bekerja sama dengan peternak. Ternak dipotong di Surabaya, dagingnya dikirim ke Jakarta, dan jeroan dijual di Surabaya.

Lintas sektor

Untuk menuju swasembada, banyak persoalan harus diselesaikan lintas sektor. Teguh Boediyana mengatakan, Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) salah sasaran. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2009 menetapkan pemerintah memberi subsidi melalui bank, tetapi bank menuntut agunan yang menyulitkan peternak kecil.

Menurut pengusaha pembibitan sapi di Sukabumi, Jawa Barat, Fina Rosdiana, perbankan melihat pemerintah hanya memberi subsidi bunga untuk KUPS, sedangkan dana yang disalurkan ke pengusaha tetap dana bank. Kalau terjadi gagal bayar, bank harus menanggung. ”Taruh dana KUPS di bank sebagai jaminan sehingga tidak ada alasan bank tidak menyalurkan kredit,” kata Fina.

Plafon kredit pun hanya Rp 13 juta/ekor, sementara harga induk betina mencapai Rp 20 juta.

Penyerapan kredit pun rendah. Dari alokasi kredit Rp 3,88 triliun tahun 2011, hingga semester kedua baru terserap sekitar 13 persen. Itu pun sekitar Rp 200 miliar diserap perusahaan besar. Teguh usul, pemerintah membentuk badan layanan umum penyaluran kredit pembibitan dan penggemukan bagi peternak kecil.

Tentang 663 RPH di Indonesia, Dirjen Prabowo mengakui sebagian besar kurang memenuhi syarat. ”Akan ditambah dengan standar kesejahteraan ternak di RPH,” kata dia. (HAR/DOT/MAS/TOP)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com