Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MA-60, Antonov Versi China

Kompas.com - 10/05/2011, 04:02 WIB

Oleh Hari Laksono

Masyarakat dikejutkan lagi dengan kecelakaan pesawat Merpati jenis MA-60. Pesawat yang berangkat dari Nabire ini mengalami kecelakaan sesaat sebelum mencapai landasan di Kaimana, Papua Barat, Sabtu (7/5) sekitar pukul 14.00 WIT.

Diberitakan kecelakaan tersebut terjadi dalam cuaca buruk. Kali ini akibatnya fatal. Semua penumpang, termasuk awak pesawat, tewas.

Sebelumnya, pada 19 Februari 2011 pagi, pesawat Merpati jenis MA-60 ini juga gagal terbang akibat gangguan teknis ketika pesawat melintasi landasan pacu menuju titik start di Bandara El Tari, Kupang. Pesawat tersebut diberitakan mengalami gangguan teknis yang menyebabkan pesawat meluncur tak beraturan di landasan. Beruntung insiden tersebut terjadi sebelum pesawat tinggal landas sehingga tidak sampai terjadi kecelakaan fatal.

Terlepas dari apa penyebab insiden tersebut, yang menarik untuk dibahas di sini adalah keberadaan MA-60 di Indonesia di antara pesawat-pesawat penumpang yang berasal dari negara-negara Barat. Tak banyak yang tahu ”apa” dan ”siapa” MA-60.

MA-60 (Modern Ark 60) ini adalah pesawat transportasi regional berpenumpang 60 orang, bermesin turboprop buatan pabrik pesawat China, Xian Aircraft Industries. MA-60 bukanlah pesawat ATR seperti yang diberitakan di media massa. Pesawat ini justru mencoba menyaingi pesawat-pesawat Barat yang sekelas dengannya yang sudah ada lebih dahulu di Indonesia, seperti Fokker 27/50, ATR42/72, dan Dash8-Q300/400.

Desain asli pesawat ini adalah pesawat Rusia, Antonov 26 (AN26), yang produksinya di Rusia sudah dihentikan tahun 1977, tetapi dilanjutkan pembuatannya di China dengan nama Y7. MA-60 adalah versi terbaru dari Y7, yaitu Y7-200 yang bermesin turboprop buatan AS, Pratt & Whitney PW127.

Sejak terbang perdana tahun 1993, hingga tahun lalu MA-60 baru terjual 35 pesawat. Hanya 15 pesawat MA-60 versi sipil, 20 lainnya adalah versi transportasi militer. Jika semua pesanan terealisasi (15), Merpati merupakan pelanggan terbesar yang mengoperasikan MA-60. Maskapai penerbangan China sendiri hanya membeli dan mengoperasikan enam pesawat MA-60.

Tak kalah menarik adalah rekam jejak pesawat Rusia AN24 yang merupakan original-design MA-60. AN24 bersama YAK40 adalah pesawat transportasi Rusia yang paling laku. Ada sekitar 600 pesawat (AN24 dan YAK40) yang masih beroperasi hingga saat ini. Keduanya memiliki rekam jejak keselamatan terbang terbaik di antara semua pesawat transportasi Rusia yang ada.

Akan tetapi, standar keselamatan ini jauh lebih buruk daripada pesawat-pesawat Barat. Angka kecelakaan pesawat-pesawat buatan Rusia, China, dan Ukraina 18,5 kali lebih tinggi daripada pesawat-pesawat Barat. Terjadi tujuh kecelakaan pesawat buatan Rusia untuk setiap 1 juta penerbangan, sementara pesawat Barat yang hanya 0,71 kecelakaan tiap 1 juta penerbangan (Aviation Week & Space Technology, 24 Mei 2010).

Kurang bagus?

Jika mencermati data di atas, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa rekam jejak—terutama standar keselamatan—pesawat MA-60 tidak terlalu menggembirakan. Jauh di bawah standar pesawat-pesawat buatan Barat yang sudah beroperasi di Indonesia.

Lagi pula maskapai-maskapai China sendiri kurang bergairah memanfaatkan pesawat ini. Lalu mengapa Kementerian Perhubungan mendatangkan pesawat MA-60 untuk Merpati jika maskapai-maskapai China ”tak mempromosikannya”?

Jika pertimbangannya karena Pemerintah China membantu penuh pendanaan pembelian 15 pesawat MA-60 tersebut, ini hanya akan meringankan pada awalnya saja. Apakah sudah diperhitungkan berapa besar life-cycle-cost pesawat ini, mengingat tingkat kecelakaannya yang bahkan jauh lebih tinggi daripada F27 yang Merpati pernah punya?

Biaya untuk menunjang operasi pesawat, termasuk perawatan berkala dan suku cadang, selama masa ekonomisnya normalnya bisa mencapai tiga kali harga pesawat tersebut. Biaya ini akan bertambah tinggi untuk pesawat dengan tingkat kecelakaan tinggi.

Pemerintah harus teliti

Giovanni Bisignani, CEO IATA, dalam kunjungannya ke Indonesia tahun lalu menegaskan lagi kepada Pemerintah Indonesia bahwa keselamatan adalah prioritas utama untuk setiap perusahaan penerbangan di mana pun di dunia. Harga pesawat dan biaya untuk mengoperasikan memang mahal karena harus menjamin keselamatan penumpangnya.

Keselamatan penumpang tidak bisa dikompromikan. Artinya, untuk pengadaan pesawat terbang sipil/komersial seyogianya pemerintah menerapkan standar keselamatan yang paling ”aman” yang menjadi referensi seluruh dunia, yaitu standar FAA-AS, EASA-UE, atau ICAO. Harga pesawat dan fasilitas pendanaan serta kemudahan lain sebaiknya menjadi pertimbangan berikutnya setelah persyaratan standar keselamatan terpenuhi.

Merpati Nusantara Airlines sebagai maskapai penerbangan BUMN memang harus mengemban misi penerbangan di daerah-daerah perintis. Tugas semacam itu sering kali tidak menguntungkan secara ekonomis, tetapi sangat dibutuhkan untuk pembangunan daerah sehingga untuk pengoperasiannya memang harus selalu membutuhkan subsidi pemerintah. Ini adalah konsekuensi dari komitmen pemerintah untuk membangun ekonomi di daerah-daerah secara cepat.

Meskipun demikian, pengadaan pesawat-pesawat Merpati tentu tidak boleh mengorbankan keselamatan penerbangannya. Jadi yang seharusnya dilakukan adalah melakukan efisiensi setinggi mungkin untuk menekan biaya dan tentunya akan meminimalkan subsidi.

Pengadaan pesawat-pesawat seperti MA-60 ini dikhawatirkan akan memudarkan budaya keselamatan tidak hanya di Merpati Nusantara Airlines. Namun, akan lebih kritis lagi jika kemudian terjadi penurunan standar keselamatan di sektor perhubungan udara oleh otoritas penerbangan kita yang selama ini terbiasa menggunakan standar keselamatan pada pesawat-pesawat jenis Boeing, Airbus, Fokker, dan lain-lain, yang sekarang beroperasi di Indonesia.

Hari Laksono Pengamat Industri Penerbangan; Mantan Direktur Utama IPTN

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com