Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Transplantasi Sel Diri untuk Korban Radiasi

Kompas.com - 04/05/2011, 03:15 WIB

AGNES ARISTIARINI

Menghadapi kemungkinan terburuk, ahli kesehatan menyarankan agar para pekerja Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima Daiichi, Jepang, bersedia menyimpan darah mereka. Begitu radiasi reaktor yang bocor itu berdampak pada kesehatan, sudah ada cadangan darah yang menjadi bahan baku transplantasi sel punca (stem cell).

Berbeda dengan korban bencana PLTN Chernobyl di Ukraina, perkembangan ilmu pengetahuan memang sangat menguntungkan para pekerja di Fukushima.

Ketika reaktor di PLTN Chernobyl meledak tanggal 26 April 1986, tepat 25 tahun lalu, diperkirakan 7 juta orang berada di wilayah yang terkontaminasi radioaktif. Sebanyak 3 juta orang di antaranya adalah anak-anak. Hingga kini sekitar 5,5 juta orang—termasuk lebih dari 1 juta anak—tinggal di kawasan yang tercemar.

Di antara mereka yang terpapar radioaktif dosis tinggi, ada yang meninggal seketika atau beberapa bulan berikutnya karena kanker paru-paru, kanker kelenjar tiroid, leukemia, atau gangguan pembuluh darah dan jantung.

Selama puluhan tahun jutaan orang yang terpapar radiasi dosis rendah rentan terhadap tumor, mutasi genetik, dan gangguan pada sistem kekebalan tubuh.

Reaktor Fukushima sebenarnya sengaja diledakkan setelah PLTN tersebut digulung tsunami pascagempa 11 Maret 2011 yang merusak fungsi sistem pendingin bahan bakar. Peledakan dilakukan untuk mengurangi tingginya tekanan udara dalam reaktor agar tidak memicu kerusakan tabung reaktor karena bisa membuat semua zat radioaktif menyebar.

Kerusakan tanpa kendali dan terkendali inilah yang membedakan dampak radioaktivitasnya. Meskipun menurut Skala Kejadian Nuklir Internasional (INES) ledakan di Fukushima sama dengan Chernobyl, tingkat radiasi di Fukushima ”hanya” sepersepuluh dari radiasi di Chernobyl karena tak ada bahan bakar reaktor yang keluar. Bencana Fukushima juga tidak menelan korban jiwa yang disebabkan oleh paparan radiasi langsung.

Walau begitu, Dr Tetsuya Tanimoto dari Institut Kanker di Lembaga Dana Riset Kanker Jepang dan Dr Shuichi Taniguchi dari Rumah Sakit Toranomon, Tokyo, dalam laporannya di jurnal ilmiah The Lancet mengingatkan warga untuk tetap waspada. ”Kita belum tahu apa dampak paparan radiasi ini ke depan,” kata mereka.

Sel-sel seperti yang menyusun sumsum tulang belakang, sistem reproduksi, sistem pencernaan, dan hematopoietik yang berfungsi membentuk darah membelah cepat, dan sangat rentan terhadap paparan radiasi. Untunglah sel-sel itu saat ini bisa ditransplantasi dengan sel punca. Terima kasih kepada peneliti Kanada, Ernest A McCulloch dan James E Till, yang mendokumentasikan aktivitas pembaruan diri sel ini tahun 1963.

Pengembangan sel punca

Sel punca adalah sel yang masih pada tahap amat dini dan belum terspesialisasi. Sel ini mampu berdiferensiasi melalui pembelahan sel menjadi berbagai jenis sel matang yang menumbuhkan semua organ tubuh manusia: jantung, hati, kulit, saraf, juga pankreas.

Saat ini dikenal tiga tipe sel punca, yaitu sel punca embrionik, tali pusat, dan dewasa. Sel punca embrionik diambil dari kumpulan sel hasil pembelahan sel telur yang sudah dibuahi. Sel punca dewasa diambil dari semua organ tubuh, terutama sumsum tulang belakang, dan sel punca tali pusat diambil dari potongan tali pusat pasca-kelahiran.

Namun, sel punca embrionik paling potensial menghasilkan banyak sel sekaligus paling kontroversial. Sumbernya yang berupa embrio—dari aborsi, sisa bayi tabung, atau pengklonaan—sangat terkait dengan penghormatan terhadap kehidupan. Tidaklah mengherankan bila pemerintah federal Amerika Serikat sempat melarang pendanaan penelitian yang menggunakan sel punca dari embrio. Akan tetapi, larangan yang dibuat mantan Presiden AS George W Bush tanggal 9 Agustus 2001 itu baru saja dibatalkan Presiden Barack Obama, pekan lalu.

”Saya bertanggung jawab membawa perubahan yang diinginkan oleh para pasien dan orang-orang tercinta yang tengah berjuang mendapat kesembuhan melalui metode ini,” kata Obama seperti dikutip BBC News.

Peter Wilderotter, Presiden Christopher and Dana Reeve Foundation, memuji Obama yang berani memisahkan politik dengan ilmu pengetahuan. Meski demikian, Obama mendapat kritik keras dari kelompok National Right to Life Committee dan Vatikan.

Obama menjawab bahwa program sel punca tetap ada batasnya. ”Saya berjanji bahwa pemerintah tidak akan pernah membuka pintu terhadap penggunaan kloning bagi reproduksi manusia.”

Beberapa negara, yaitu Swedia, Inggris, Singapura, Korea Selatan, dan India, sudah lebih dulu mengembangkan sel punca embrionik untuk kedokteran regeneratif. Swedia bahkan mendukung kloning embrio untuk pengobatan dan Singapura menanamkan modal hingga 300 juta dollar AS untuk mengembangkan Biopolis, semacam taman ilmu yang bertujuan khusus meneliti sel induk.

Dalam hal ini Jepang memilih jalan yang paling tidak kontroversial dengan mengimbau pengumpulan darah yang termasuk sel punca dewasa. Meski aman dan dapat dibekukan dalam jangka panjang, kekurangan sel punca dewasa adalah berjumlah sedikit, diferensiasinya terbatas, dan masa hidupnya tidak selama sel punca embrionik.

Yang pasti menyimpan darah akan bermanfaat bila yang bersangkutan terkena leukemia—salah satu tipe kanker yang paling banyak terkait dengan paparan radiasi—atau gangguan sumsum tulang belakang. Walaupun begitu, harapannya tentu tidak ada karyawan yang terpapar dan terpaksa menjalani program ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com