Soal kepentingan di belakang krisis di Timur Tengah yang menyangkut minyak juga terjadi di Sudan yang belum lama ini ”terpecah” dua menjadi Sudan utara dan Sudan selatan melalui sebuah referendum bulan lalu.
Kasus krisis politik di Bahrain juga menyiratkan adanya ”kepentingan dari luar” yang bermain di belakangnya. Bahrain yang kini bergejolak, seperti halnya Oman dan Yaman, adalah bagian dari Kerja Sama Ekonomi Negeri Teluk (GCC).
Ada kesepakatan di antara enam negara wilayah Teluk (Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain, Oman, Qatar, dan Kuwait) bahwa apabila ada salah satu negara yang terancam bahaya, ia akan dibantu oleh negara anggota GCC yang lain.
Maka tidak heran, ketika terjadi gejolak aksi massa yang mengancam penguasa Bahrain, masuklah tentara asing dari Arab Saudi ke Bahrain untuk membantu meredam gejolak.
Khusus Bahrain, masih ada sisi persoalan lain yang akan terjadi jika penguasa negeri ini terguling. Jika ini terjadi, negeri tetangga yang lain, Iran, tidak akan tinggal diam karena mayoritas masyarakat Bahrain adalah Syiah, seperti pula Iran.
Dunia pun tahu, kaum Syiah sekarang berkuasa di Iran serta di Lebanon dan Yaman. Tidak heran apabila salah satu negeri yang dikuasai Syiah ini terancam, negeri Syiah yang lain akan turun membantu.
Maka, keruwetan persoalan di Timur Tengah pun lengkap sudah. Selain ada krisis kepemimpinan, ada pula kepentingan minyak serta perbenturan kepentingan antara Syiah dan Sunni.