Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bali Siap Tampung Warga Jepang

Kompas.com - 19/03/2011, 03:45 WIB

Denpasar, Kompas - Di tengah maraknya pembatalan kunjungan turis dari Jepang pascagempa dan tsunami, hotel-hotel di Bali diimbau untuk menampung warga Jepang yang ingin menyelamatkan diri dari ancaman radiasi nuklir.

Imbauan itu disampaikan Bali Tourism Board (BTB) di Denpasar, Jumat (18/3), mengantisipasi banyaknya warga Jepang yang meninggalkan negerinya terkait ancaman radiasi nuklir.

Menurut Ketua BTB Ida Bagus Ngurah Wijaya, pengelola hotel tidak perlu menyiapkan kamar gratis bagi warga Jepang, tetapi dengan memberikan tarif yang sangat murah.

Sementara itu, pembatalan pemesanan kamar hotel di Bali terus bertambah, dari 1.308 kamar di 38 hotel pada awal pekan ini menjadi 1.892 kamar di 49 hotel pada Jumat (18/3). Pembatalan ini diperkirakan masih terus bertambah.

Menurut Ida Bagus Ngurah Wijaya, imbauan untuk menampung warga Jepang itu bukan hal yang kontradiktif atau upaya mendatangkan kembali wisatawan Jepang yang mulai meninggalkan Bali. Akan tetapi, lebih didasari rasa kepedulian para pelaku pariwisata di Bali terhadap musibah di Jepang.

Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah Persatuan Himpunan Hotel dan Restoran Indonesia Bali, Perry Markus, menyambut baik imbauan tersebut.

Berhentikan karyawan

Masih berkaitan dengan gempa dan tsunami di Jepang, industri kerajinan sapu glagah di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, kini terpukul. Ekspor ke negeri Sakura itu terhenti, dan para perajin terpaksa merumahkan seluruh karyawannya.

Supardi, pemilik perusahaan kerajinan sapu ”Zulfikar”, di Desa Munjul, Kecamatan Kutasari Purbalingga, menuturkan, kerugian akibat berhentinya ekspor tersebut lebih dari Rp 150 juta. ”Seharusnya pekan ini saya sudah mengirimkan sapu Hamada ke Jepang. Namun, saya belum menerima order untuk mengirimkan,” katanya.

Sapu Hamada adalah sapu yang dibuat dengan bahan baku pohon glagah, dengan tangkai dari bambu. Kerajinan sapu ini awalnya diperkenalkan seorang warga negara Jepang bernama Hamada di Purbalingga pada 1960-an.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com