Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebabkan Kanker dan Mandul

Kompas.com - 16/03/2011, 03:44 WIB

Indira Permanasari

Ledakan di pembangkit listrik tenaga nuklir di Fukushima, Jepang, memunculkan gelombang kekhawatiran, terutama terkait bahaya dari radiasi yang timbul. Masyarakat masih trauma terkait ledakan reaktor nuklir Chernobyl dan bom atom Hiroshima yang menelan banyak korban jiwa.

Pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) menggunakan reaksi pembelahan inti atom dalam reaktor nuklir. Reaksi pembelahan itu menghasilkan energi dan berbagai isotop, antara lain xenon-133, kripton-85, dan iodium-131.

Radiasi nuklir mengandung zat radioaktif yang menghasilkan sinar alfa, beta, dan gamma. Radiasi gamma yang paling berbahaya. Jenis isotop yang lazim dideteksi pada radiasi gamma antara lain cobalt-60, cesium-137, cadmium-109, natrium-22, manganese-54, barium-133, dan cobalt-57.

Isotop-isotop itu memiliki waktu paruh (waktu yang dibutuhkan untuk luruh) cukup lama. Misalnya, cobalt-60 memiliki waktu paruh 5,26 tahun. Dalam jangka waktu itu, radioaktif meluruh setengah dari jumlah awal, demikian seterusnya hingga luruh semua. 

Kebocoran reaktor nuklir dapat melepaskan zat radioaktif ke lingkungan. Kasus Chernobyl tahun 1996 melepaskan material radioaktif besar terutama radio isotop cesium dan iodium yang mengontaminasi air, pangan, dan udara.

Laporan dampak ledakan di Chernobyl yang dikeluarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, sekitar 4.000 kasus kanker tiroid terjadi di Belarus pada tahun 1990- 2002. Selain itu, dilaporkan peningkatan kasus leukemia (kanker darah).

Ketua Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) As Natio Lasman mengatakan, seseorang dapat terpapar zat radioaktif pada bagian luar tubuh maupun secara internal akibat zat radioaktif masuk saat bernapas, makan, minum, ataupun lewat luka.

Kontaminasi dapat terjadi pada air laut yang digunakan untuk pendingin reaktor. Partikel radioaktif bisa termakan ikan dan akan masuk ke tubuh manusia yang mengonsumsi ikan yang tercemar radioaktif.

Partikel radioaktif bisa diterbangkan angin serta mencemari tanah, air dan udara sekitar. Untuk mencegah dampak pencemaran zat radioaktif,

Pemerintah Jepang melarang pemanfaatan sumber makanan seperti sayuran atau kebutuhan lain, seperti air, dari wilayah sekitar reaktor nuklir.

Bahaya bagi kesehatan

Dokter ahli radiologi yang juga Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Prijo Sidipratomo, mengatakan, begitu masuk ke tubuh, isotop zat radioaktif akan terdistribusi ke seluruh tubuh. Sebagian mengendap dalam organ atau jaringan tubuh, sebagian keluar melalui urine, feses, dan keringat.

Dampak radiasi bagi kesehatan dapat terjadi secara cepat (akut) maupun lambat (jangka panjang). Menurut Prijo, hal itu tak lepas dari dosis dan lama paparan.

United States Nuclear Regulatory Commission yang dijadikan standar di sejumlah negara mencantumkan, dosis radiasi untuk pengobatan individu maksimal 0,05 Sv (sievert) atau 5 rem per tahun. Paparan radiasi yang terlalu besar menyebabkan mual, diare, dan sakit kepala.

Cemaran radioaktif dapat terakumulasi pada organ tubuh sesuai sifat kimia dan fisikanya. ”Jika tubuh terpapar dosis 350- 450 rem dalam waktu cepat, ada risiko kematian 50 persen dalam waktu 30 hari. Dosis 100 rem dalam waktu lama menyebabkan kerusakan sel yang tak bisa dipulihkan,” kata Prijo.

Radiasi nuklir terhadap sel tubuh yang sehat bisa menjadikan sel tidak normal. As Natio Lasman menyatakan, dengan karakter seperti itu, radiasi nuklir digunakan untuk menghambat pertumbuhan sel kanker. ”Pemanfaatan radiasi nuklir bagi kedokteran tentu harus terukur dan terkendali. Berbeda dengan radiasi nuklir akibat kecelakaan PLTN,” katanya.

Prijo mengatakan, kerusakan sel dapat mengganggu fungsi organ tubuh. ”Tergantung dari bagian mana yang terkontaminasi zat radioaktif. Jika terpapar pada gonad (buah zakar maupun indung telur), dapat terjadi kemandulan. Selain itu, dapat terjadi mutasi sel yang menyebabkan kanker pada organ tubuh maupun darah,” katanya.

Organ yang sensitif

Organ yang sensitif terhadap paparan radiasi antara lain kelenjar tiroid, usus, ginjal, limpa, dan sumsum tulang.

Paparan pada ibu hamil dapat mengganggu pertumbuhan janin, yaitu terjadi penyimpangan dalam proses pertumbuhan organ. ”Tergantung pada saat paparan, organ tubuh apa yang sedang berkembang pada janin dalam kandungan,” ujarnya.

Paparan pada anak juga berbahaya mengingat sel tubuh anak lebih rentan. Selain itu, luasan tubuh anak lebih kecil daripada orang dewasa. Walaupun jumlah paparan sama, pada anak dengan tubuh yang lebih kecil dosis dalam tubuh menjadi lebih besar.

Menurut Asian Nuclear Safety Network, upaya menghilangkan cemaran zat radioaktif pada kulit harus dilakukan secara tepat dan tidak kasar untuk meminimalkan penyerapan. Pembersihan zat radioaktif pada permukaan kulit dilakukan dengan pencucian pada bagian yang terkontaminasi.

Untuk mengurangi zat radioaktif yang telah masuk tubuh, diupayakan mereduksi penyerapan dalam saluran pencernaan, menghambat pengendapan di organ tubuh, pengenceran, mengubah sifat kimia material, dan penggunaan teknik khelat.

(Nawa Tunggal)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com