Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Informasi WikiLeaks bak Biji Kedondong

Kompas.com - 12/03/2011, 00:54 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Beredarnya informasi pada pemberitaan dua media Australia (Sydney Morning Herald dan The Age) soal pejabat Indonesia, yang bersumber dari WikiLeaks, ditanggapi oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring. Ia mengatakan bahwa informasi yang diungkap terkait dengan Presiden SBY tidak memiliki tingkat validasi yang akurat sebagaimana diberitakan oleh dua media tersebut.

Menurut Tifatul, sebagai perbandingannya di beberapa negara, informasi yang berasal dari WikiLeaks banyak yang diabaikan dan bahkan seperti lelucon. "Itu ibarat seperti biji kedondong, pantasnya dibuang, dan jika ditelan maka tenggorokan terasa sakit," kata Tifatul.

Tifatul juga mengungkapkan, banyak hal yang tidak logis mengenai info tersebut. Misalnya, dikatakan bahwa Taufiq Kiemas memiliki masalah korupsi dan untuk itu perlu diintervensi oleh SBY. Padahal, selama ini tidak pernah terdengar bahwa yang bersangkutan memiliki suatu persoalan hukum masalah korupsi.

"Sebenarnya info dari WikiLeaks tersebut tidak terlalu berpengaruh di Indonesia karena Indonesia adalah negara terbuka. Ada UU KIP 14/2008 sehingga semuanya bisa diakses dalam lingkup yang sangat demokratis. Jadi info tersebut tidak laku," pungkas Tifatul.

Tifatul juga menambahkan, di negara-negara yang sistem politiknya tertutup, represif, dan otoritarianisme, yang tidak memungkinkan adanya kebebasan, maka hal tersebut baru berpotensi menjadi suatu persoalan pelik.

Lebih lanjut, Tifatul justru mempertanyakan mekanisme dan sistem kontrol pengiriman isi kawat Kedubes AS yang bocor di seluruh dunia, padahal ternyata masih sangat mentah dan belum jelas kebenarannya. Namun, faktanya sudah dikirim ke sana kemari. Dari keterangan diplomat AS disebutkan bahwa hal tersebut kadang-kadang bersumber dari obrolan lepas saat pertemuan, candaan atau rumor yang beredar, dan selanjutnya dimasukkan ke dalam laporan rahasia Dubes AS ke Washington DC.

Tifatul juga mempertanyakan bagaimana mereka memandang proses yang dianggap informasi, lalu mana verifikasi, mana identifikasi, mana yang sudah classified, dan mana yang sudah tervalidasi. Seolah-olah info asal saja. "Masak informasi tersebut dikirim dan bocor ke mana-mana. Bagaimana AS menjaga keamanan informasi yang terklasifikasi rahasia," kata Tifatul.

Sebelumnya banyak pihak juga mempertanyakan tentang kebenaran informasi WikiLeaks yang menyebutkan bahwa Menlu AS Hillary Clinton pernah memerintahkan untuk melakukan penyadapan terhadap aktivitas perwakilan Majelis Umum PBB. "Mereka harus segera melakukan klarifikasi dan jangan sekadar bergumam, it was denied," tambah Tifatul.

Terakhir, Menkominfo mengimbau semua lapisan masyarakat untuk dapat memilih dan memilah kebenaran apa pun dari informasi yang berkembang sehingga mudah menyeleksi antara yang salah dan benar, dan yang terkonfirmasi atau hanya sekadar gosip.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Menaker Ida Paparkan 3 Tujuan Evaluasi Pelaksanaan Program Desmigratif

    Menaker Ida Paparkan 3 Tujuan Evaluasi Pelaksanaan Program Desmigratif

    Nasional
    ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

    ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

    Nasional
    Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

    Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

    Nasional
    Reformasi yang Semakin Setengah Hati

    Reformasi yang Semakin Setengah Hati

    Nasional
    Lemhannas Dorong Reaktualisasi Ketahanan Nasional Lewat 'Geo Crybernetic'

    Lemhannas Dorong Reaktualisasi Ketahanan Nasional Lewat "Geo Crybernetic"

    Nasional
    Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

    Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

    Nasional
    Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

    Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

    Nasional
    ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

    ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

    Nasional
    Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya sebagai Cagub DKI Jakarta

    Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya sebagai Cagub DKI Jakarta

    Nasional
    PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

    PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

    Nasional
    SYL Klaim Tak Pernah 'Cawe-cawe' soal Teknis Perjalanan Dinas

    SYL Klaim Tak Pernah "Cawe-cawe" soal Teknis Perjalanan Dinas

    Nasional
    Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

    Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

    Nasional
    Kemenag Kecewa 47,5 Persen Penerbangan Haji yang Gunakan Garuda Indonesia Alami Keterlambatan

    Kemenag Kecewa 47,5 Persen Penerbangan Haji yang Gunakan Garuda Indonesia Alami Keterlambatan

    Nasional
    Klarifikasi Korps Marinir soal Kematian Lettu Eko, Akui Awalnya Tak Jujur demi Jaga Marwah

    Klarifikasi Korps Marinir soal Kematian Lettu Eko, Akui Awalnya Tak Jujur demi Jaga Marwah

    Nasional
    Anies dan Sudirman Said Sama-sama Ingin Maju Pilkada DKI, Siapa yang Mengalah?

    Anies dan Sudirman Said Sama-sama Ingin Maju Pilkada DKI, Siapa yang Mengalah?

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com