Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Oposisi Kuwait dan Yaman Tuntut Perubahan Rezim

Kompas.com - 08/03/2011, 06:27 WIB

Kuwait, salah satu negara termakmur di dunia, juga didera aksi protes. Para pemuda Kuwait mencanangkan aksi protes untuk pengunduran diri Perdana Menteri Sheikh Nasser al-Mohammad al-Sabah.

Para pemuda juga menuntut reformasi sistem politik dan kebebasan pers. Warga juga menuntut agar posisi penting dalam pemerintahan dan politik Kuwait tidak lagi dipegang keluarga Al-Sabah, yang menguasai Kuwait selama 250 tahun terakhir.

”Kami akan membagi-bagikan semangka kepada para anggota parlemen pada Selasa sebagai sebuah simbol kekacauan dan kekecewaan atas kinerja para anggota parlemen,” kata Mubarak Alhaza, anggota Kafi (Cukup Sudah), sebuah organisasi gerakan pemuda Kuwait.

Kuwait juga menghadapi persoalan diskriminasi. Negara eksportir minyak keempat di dunia ini berpenduduk 3,56 juta jiwa. Dari jumlah itu, sebanyak 1,13 juta adalah warga Kuwait dan selebihnya pendatang.

Di samping itu, Kuwait juga memiliki warga dari etnis Bedoun, sekitar 150.000 jiwa. Mereka telah lama tinggal di Kuwait, tetapi tidak pernah memiliki hak kewarganegaraan. Kelompok Bedoun menuntut akses terhadap pendidikan tanpa biaya, sebagaimana dinikmati oleh warga Kuwait.

Rafsanjani dikecam

Dari Teheran, Iran, Senin, juga diberitakan bahwa Ayatollah Akbar Hashemi Rafsanjani dikecam karena menunjukkan dukungan terhadap aksi protes kelompok oposisi.

Mantan Presiden Iran itu kemungkinan akan dipecat dari jabatannya dalam Dewan Para Pakar. Keputusan pemecatan akan ditentukan hari Selasa ini.

Hal ini tidak pelak lagi sebagai akibat dari sikap Rafsanjani yang mendukung aksi protes dari kelompok oposisi Iran. Sikap perlawanan Rafsanjani juga sudah muncul sejak Mahmoud Ahmadinejad tampil kembali sebagai Presiden Iran pada pemilu 2009 lewat pemilu yang dianggap penuh kecurangan.

Rafsanjani juga sudah dipecat sebagai pengkhotbah pada shalat Jumat, tetapi masih bertahan dengan statusnya sebagai Ketua Dewan Para Pakar yang dia jabat sejak 2007.

Rafsanjani mengatakan, upaya pemecatannya di dewan itu dilakukan dengan cara-cara licik. Dia mengingatkan pemerintah agar jangan mengabaikan etika.

(AFP/AP/REUTERS/MON)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com