Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemprov DKI Belum Serius

Kompas.com - 28/02/2011, 03:53 WIB

Jakarta, kompas - Masalah kemacetan dan kurangnya angkutan massal menunjukkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum bekerja serius. Dengan otoritas yang dimilikinya, Pemprov seharusnya bisa membangun moda baru sekaligus mengelola angkutan yang ada menjadi lebih efektif.

Namun, apa yang sudah dilakukan Pemprov harus diapresiasi. Pembangunan koridor busway kini telah mencapai koridor ke-10. Proyek mass rapid transit (MRT) berbasis rel jenis heavy rail transit juga sudah mulai berjalan. Dua moda angkutan massal itu jika ditambah dengan jaringan kereta api yang sudah lebih dulu ada tentu akan menjadi jalan keluar terbaik bagi masalah lalu lintas Jakarta.

”Sayangnya, program-program yang telah dan sedang berjalan tidak disertai kreativitas ide untuk mengejar ketertinggalan,” kata Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia yang juga Kepala Laboratorium Transportasi Fakultas Teknik Universitas Indonesia Ellen SW Tangkudung, Jumat (25/2).

Menurut Ellen, adanya 10 koridor busway hingga kini belum juga mampu menarik pengguna kendaraan pribadi untuk berpindah menjadi pelanggan bus berjalur khusus itu. ”Ini karena program busway tidak diikuti pengelolaan trayek angkutan umum reguler yang sudah ada secara menyeluruh sehingga orang tidak perlu lagi menggunakan kendaraan pribadinya.”

Bus besar, bus kecil, hingga mikrolet, tidak harus dihapuskan ketika rute trayeknya banyak bersinggungan dengan busway. Menurut Ellen, dinas perhubungan cukup melihat peta jaringan layanan transportasi dan mendistribusikan angkutan yang ada sebagai pengumpan busway. Kebijakan serupa wajib diterapkan ketika MRT beroperasi.

Hambatan birokrasi

Terkait proyek MRT, peneliti transportasi UI, Jachrizal Sumabrata, mengatakan, dengan teknologi yang ada, seharusnya pembangunan MRT bisa dipercepat. Akan tetapi, panjangnya masa pembangunan bisa juga disebabkan karena pemerintah tergantung dengan aliran pinjaman dari luar.

MRT sendiri direncanakan sejak pertengahan 1990-an. Study on Integrated Transportation Master Plan (SITRAM) 2004 mengamanatkan MRT segera dibangun. Tahun 2011 proses pembebasan lahan dimulai.

Milatia Kusuma Mu'min, Country Director Institute for Transportation and Development Policy Indonesia mengatakan, secara teknologi dan biaya pembangunan MRT bisa dipercepat. ”Namun, apakah dari sisi birokrasi bisa?” katanya.

Birokrasi yang ada di setiap instansi sering menghambat. Para pejabat tidak berani membuat terobosan karena takut menyalahi aturan. ”Mereka berani kalau ada keputusan Presiden, tetapi Keppres tidak mudah dikeluarkan,” kata Milatia.

Menanggapi berbagai gugatan itu, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah DKI Jakarta Sarwo Handayani mengatakan pembangunan MRT selama lima tahun merupakan hasil percepatan maksimal. Yani mengakui lamanya pembangunan bisa membuat perhitungan tidak lagi sesuai kondisi dan kebutuhan di masa mendatang.

”Tetapi kami telah mengantisipasinya. Selain membangun MRT dan busway, kami juga menyiapkan manajemen lalu lintas untuk atasi macet,” kata Yani.

Hasil penelitian SITRAM dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional menyebutkan jika sampai tahun 2020 tidak ada perbaikan pada sistem transportasi Jabodetabek, estimasi kerugian ekonomi mencapai Rp 65 triliun per tahun yang terdiri atas kerugian biaya operasional kendaraan Rp 28,1 triliun dan kerugian nilai waktu perjalanan Rp 36,9 triliun. (NEL/ART/ARN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com