Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wajah Amerika di Mesir

Kompas.com - 05/02/2011, 09:06 WIB

Mubarak adalah sekutu setia Amerika dan Israel di Timteng yang telah berperan menciptakan ”kestabilan” dan memelihara perdamaian dengan Israel selama 30 tahun terakhir. Mubarak bahkan membantu Israel dalam upaya melemahkan Hamas, musuh utama Israel di Gaza.

Jatuhnya Mubarak akan menciptakan ketidakpastian bagi kepentingan Barat dan Israel. Belum lagi dibayang-bayangi dengan kekhawatiran kemungkinan munculnya Ikhwanul Muslimin pasca-Mubarak. Segala jalan harus ditempuh Amerika dan kawan-kawan untuk sebisa mungkin mempertahankan Mubarak. Bila ini tak mungkin, setidaknya Amerika perlu waktu untuk memengaruhi proses pergantian penguasa di Mesir. Satu-satunya jalan, ketika Mubarak sudah dalam posisi terpepet, adalah dengan melakukan taktik menunda.

Dengan demikian, Amerika berharap akan tampak berpihak kepada rakyat Mesir dengan meminta Mubarak tidak maju lagi dalam pemilu presiden mendatang. Yang sebenarnya bahwa Amerika dan sisa-sisa pendukung Mubarak di Mesir hanya sekadar membeli waktu untuk mengatur strategi berikutnya.

Langkah ini, menurut saya, sudah sangat terlambat. Rakyat Mesir tidak akan membeli tawaran terbaru Amerika. Mereka tidak terlalu bodoh untuk bisa membacanya. Jika Amerika memang tulus menghendaki kedaulatan rakyat di Mesir, mengapa baru sekarang mereka bertindak setelah terjadi pergolakan besar dan jatuh ratusan korban tewas serta ribuan cedera di kalangan rakyat?

Rakyat Mesir sekarang hanya mengenal satu kata ”irhal” (pergilah) bagi Mubarak yang berulang-ulang diteriakkan saat demonstrasi. ElBaradei, tokoh moderat Mesir dan mantan Ketua IAEA yang belakangan beroposisi terhadap Mubarak, menyatakan kecewa atas sikap Amerika yang plinplan. Wajah Amerika di Mesir sudah telanjur tercoreng. Tuntutan rakyat Mesir tidak kurang dan tidak lebih dari hengkangnya Mubarak dari tampuk kekuasaan Mesir.

Sikap Amerika yang bermuka dua ini bukanlah hal baru. Meneriakkan demokrasi sambil memelihara penguasa-penguasa otoriter di berbagai negara. Menganjurkan perdamaian sembari mengirim tentara untuk berperang di mana-mana dan menjual senjata ke mana-mana. Melarang Iran memiliki kekuatan nuklir, tetapi membiarkan Israel sebagai satu-satunya kekuatan nuklir di Timur Tengah. Mempromosikan kebebasan pers, tetapi mengebom kantor berita Al Jazeera di Baghdad dan melarang TV Al-Manar menjangkau Amerika. Memberikan sanksi terhadap negara-negara yang melanggar HAM, tetapi melanggar HAM berat sendiri baik di dalam maupun di luar negeri.

Bila dari kasus pergolakan di Timur Tengah yang tampaknya tidak ada titik baliknya ini Pemerintah Amerika masih tetap tidak mampu mengambil pelajaran berharga darinya dengan meninjau kembali politik luar negerinya untuk kepentingan nasional Amerika jangka panjang, maka merugilah rakyat Amerika yang berkali-kali memilih presiden dan wakil rakyatnya yang salah visi dan sekadar berorientasi politik jangka pendek.

Abdillah Toha Mantan Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com