Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jordania Terimbas Aksi Protes di Tunisia

Kompas.com - 29/01/2011, 04:40 WIB

Amman, Jumat - Kerusuhan di Tunisia dan Mesir yang menuntut mundurnya pemimpin negeri berimbas pada negara-negara tetangga, terutama di kawasan Arab, termasuk di negara sekutu AS, Jordania.

Ribuan warga Jordania, terutama pendukung oposisi kelompok Islami, serikat buruh, dan organisasi kiri, Jumat (28/1), berunjuk rasa menuntut lengsernya Perdana Menteri Jordania Samir Rifai. Amarah warga dipicu melonjaknya harga, inflasi, dan pengangguran.

”Pejabat-pejabat pemerintah membeli mobil-mobil dan bermewah-mewah dalam pesta dan tamasya. Sementara itu, warga Jordania banyak yang menganggur dan boro-boro bisa memiliki makanan di meja makan untuk menyuapi anak-anak mereka yang lapar,” ungkap seorang pegawai negeri, Mahmoud Thiabat (31), yang gajinya per bulan hanya senilai 395 dollar AS atau kurang dari Rp 3,9 juta.

Aksi protes di ibu kota, Amman, seusai shalat Jumat ini merupakan yang ketiga kalinya dalam tiga jumatan. Unjuk rasa di Amman kali ini diikuti sekitar 3.000 demonstran, sementara di kota lain di Irbid dan Karak yang menyuarakan tuntutan senada diikuti sekitar 2.000 pengunjuk rasa jalanan.

Janji reformasi

Dalam pertemuan yang dihadiri sejumlah anggota parlemen, mantan-mantan perdana menteri, dan kalangan institusi madani, Rabu lalu, Raja Abdullah II mengungkapkan janji akan melakukan reformasi.

Raja Abdullah II menjanjikan Jordania yang lebih terbuka bagi ekonomi pasar sehingga akan menarik masuk investor. Sudah sejak lama ekonomi Jordania hanya dari sumber daya alam (minyak) dan sangat bergantung pada mitranya, AS, serta bantuan asing. Utang luar negerinya pun diperkirakan mencapai 15 miliar dollar AS atau senilai dua kali lipat dari utang luar negeri Jordania tiga tahun silam.

Inflasi negeri dengan penduduk hampir 6,5 juta jiwa ini melonjak dari 1,5 persen menjadi 6,1 persen bulan lalu. Angka kemiskinan dan pengangguran pun meningkat, masing-masing 12 persen dan 25 persen.

Meski begitu, PM Samir Rifai masih berani mengumumkan paket subsidi senilai 550 juta dollar AS, dua pekan lalu, untuk bahan bakar dan produk pangan, seperti beras, gula, daging, serta gas cair untuk keperluan pemanas musim dingin dan memasak.

Raja Abdullah II, Rabu lalu, juga menjanjikan ”transparansi, keterbukaan, dan dialog untuk seluruh isu domestik guna memperkuat kepercayaan diri warga negara di dalam institusi nasional mereka”.

Raja Abdullah II berjanji pula akan merespons kritik masyarakat soal isu korupsi, nepotisme, dan favoritisme.

Meski demikian, semua janji Raja Abdullah II itu, menurut pengamat independen Labib Kamhawi, hanya ”kosmetik” dan perlu lebih banyak diwujudkan dalam iklim politik dan ekonomi di Jordania.

Ketika naik takhta tahun 1999 menggantikan mendiang ayahnya, Raja Hussein, Abdullah II mengungkapkan visinya bahwa Jordania suatu ketika nanti akan menjadi negeri monarki konstitusional seperti halnya Inggris.

Abdullah II pernah berjanji mempercepat reformasi politik yang sudah dimulai sang ayah, Raja Hussein, yang pertama kali menggelar pemilu parlemen pada 1989, setelah 22 tahun tanpa pemilu, membangkitkan sistem multipartai, dan menangguhkan undang-undang darurat yang dahulu berlaku sejak perang Arab-Israel tahun 1948.

(AFP/AP/sha)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com