Tunis, Minggu -
Kebakaran terjadi di sebuah penjara di Monastir, kota wisata di tepi pantai Laut Mediterania yang berjarak 160 kilometer di selatan Tunis, yang menewaskan 42 orang. Penyebab kebakaran tidak jelas.
Di kota Mahdia, kepala penjara membiarkan 1.000 narapidana kabur untuk menghindari jatuhnya korban setelah tentara menembak lima pengacau.
Suasana bertambah kacau-balau dalam 24 jam setelah Ben Ali dan keluarganya lari. Di tengah ketidakstabilan politik, massa bermunculan di berbagai penjuru Tunis dan kota-kota besar lainnya. Gerombolan penjarah menguras toko-toko pangan. Kekacauan itu menakutkan warga yang tidak terlibat aksi tersebut.
Asap hitam mengepul di sebuah supermarket raksasa di Ariana, di utara Tunis, setelah sekelompok orang menguras isinya. Tentara melepaskan tembakan peringatan, tetapi tak dihiraukan. Bunyi tembakan terdengar gencar di beberapa sudut kota.
Perusuh juga menjadikan bisnis milik anggota keluarga Ben Ali sebagai target. Di Tunis, cabang Bank Zeitouna yang didirikan anak Ben Ali, dibakar.
Massa yang beringas juga membakar stasiun kereta api utama di Tunis, membuat transportasi kereta api lumpuh total. Api juga mengepul di banyak tempat di kota itu. Jalanan lengang.
Penembak jitu ditempatkan di Kementerian Dalam Negeri karena di depan kantor itu tentara dan kelompok orang yang belum teridentifikasi terlibat kontak senjata. Satu kelompok diduga merupakan pendukung Ben Ali. Aksi baku tembak menewaskan dua orang dari kelompok tidak dikenal. Suasana kota benar-benar mencekam. Helikopter terbang mengitari kota.
Menjelang Minggu (16/1) malam, warga diselimuti ketakutan karena massa penjarah dan pelaku kekerasan mulai memasuki rumah warga.
”Tunisia sekarang hidup dalam ketakutan. Keluarga diserang dan dibunuh di dalam kamar tidur mereka. Warga di jalan dibunuh seolah-olah itu adalah Bolshevik atau Revolusi Amerika,” kata pemimpin Libya Moammar Khadafy, yang memimpin sejak 1969.
Jumlah korban tewas akibat instabilitas politik di Tunis sudah lebih dari 100 orang.(AP/AFP/REUTERS/CAL)