Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Tunisia Kembali Berunjuk Rasa

Kompas.com - 15/01/2011, 03:30 WIB

Tunis, Jumat - Demonstrasi diwarnai jatuhnya korban jiwa terus terjadi di Tunisia. Ratusan warga, Jumat (14/1), kembali berunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan rasa muak kepada Presiden Zine El Abidine Ben Ali yang telah berkuasa 23 tahun. Sejak aksi digelar sebulan silam, sudah 66 orang tewas.

Korban tewas terbaru, seperti dirilis Reuters, terjadi hari Kamis siang. Dua pemuda ditembak mati dalam bentrokan dengan polisi di Sliman, sekitar 40 kilometer di selatan Tunis, ibu kota Tunisia. ”Massa ingin menyerang kantor polisi, tetapi polisi melepaskan tembakan peringatan ke udara untuk membubarkan massa. Dua pemuda ditembak mati,” kata sejumlah saksi mata.

Jumlah korban tewas selama aksi dalam sebulan terakhir ini telah mencapai 66 orang. Unjuk rasa itu ungkapan rasa muak rakyat kepada Presiden Ben Ali yang telah berkuasa selama 23 tahun. Belakangan ini tirani kekuasaannya diwarnai korupsi, tingginya angka penganggur, dan harga pangan seperti roti, susu, dan gula terus meroket, yang mengindikasikan presiden tidak lagi peduli jeritan rakyatnya.

Presiden otokratik Tunisia dihujat demonstran, Jumat. ”Tidak untuk Ben Ali, rakyat harus melawan,” teriak mereka. ”Kementerian Dalam Negeri adalah kementerian teror,” seru massa. ”Kementerian harus menebus darah para martir,” kata massa menyebut para korban tewas akibat kekerasan aparat saat menangani kerusuhan itu sebagai martir.

Demonstran membawa poster bertuliskan ”Kami tidak akan lupa”, merujuk kepada para korban tewas. Pawai damai itu digelar serikat buruh Tunisia dan ditandai aksi mogok kerja selama dua jam di wilayah kota Tunis. Mereka sudah muak dengan Ben Ali karena tak tegas memberantas praktik korupsi di negara itu.

Sekitar 1.500 orang berbaris di Sidi Bouzid, Jumat. Massa berteriak, ”Ben Ali turun.” Dari sinilah gelombang protes itu dimulai sebulan silam, tepatnya pertengahan Desember 2010, setelah seorang pemuda penganggur yang stres bunuh diri karena tak mudah mendapatkan pekerjaan.

Sekitar 700 orang lagi berkerumun dan berunjuk rasa di pusat Lapangan 7 November, nama baru yang diberikan Ben Ali menandai hari ia mulai berkuasa pada 7 November 1987. Demonstran lalu berteriak dan mengganti nama lapangan itu dengan ”Lapangan Martir”.

Para demonstran lain meneriakkan yel ”Ben Ali turun” berkali-kali di pusat kota Kairouan. Slogan yang sama diteriakkan massa di Gafsa di wilayah Tunisia selatan. ”Cukup sudah menembakkan peluru tajam. Kami tak ingin melihat jatuh korban jiwa lagi,” kata mereka.

Pada aksi hari Kamis yang menyebabkan dua orang tewas, Ben Ali berjanji akan menurunkan harga pangan. Dia juga berjanji akan menjamin kebebasan politik, media massa, dan berjanji akan mundur dari jabatan presiden pada tahun 2014. Untuk mengurangi jumlah penganggur, ia berjanji akan menciptakan sekitar 300.000 lapangan pekerjaan baru dalam dua tahun ke depan.

Dalam pidatonya saat itu, ia juga mengeluarkan perintah kepada Menteri Dalam Negeri untuk tidak lagi menggunakan kekerasan senjata terhadap rakyat. ”Saya tidak mau terjadi pertumpahan darah lagi di kalangan rakyat Tunisia,” kata Ben Ali. Pidatonya itu disambut sinis oleh oposisi.

Al Qaeda terlibat

Sementara itu, seorang pemimpin jaringan Al Qaeda, Abu Musab Abdul Wadud, mengatakan mendukung aksi unjuk rasa rakyat Tunisia menggulingkan Presiden Ben Ali. Ia mendesak rakyat melakukan jihad kekerasan menggulingkan presiden yang tiran, sewenang-wenang, dan membuat rakyat sengsara.

Dalam video berdurasi 13 menit yang dikirim dalam forum jihad, Pemimpin Al Qaeda di Magreb Islam (AQIM) itu memberikan sejumlah saran strategis. Ia mendesak pengunjuk rasa untuk mengirimkan anak-anaknya agar dilatih Al Qaeda soal penggunaan senjata dan demi mendapatkan pengalaman militer.

Wadud mengecam Ben Ali karena melakukan penindasan, korupsi, dan tak memedulikan kepentingan rakyat jelata. Ia meminta para demonstran segera menggulingkan Ben Ali dan menerapkan hukum syariat Islam di Tunisia. Ia mengatakan, Muslim Tunisia harus memperluas aksi pemberontakan menjadi skala nasional.

Aksi yang dilakukan sebagian rakyat Tunisia itu oleh Wadud diakui sebagai gerakan oposisi yang sah untuk menghadapi sebuah rezim yang korup dan tiran. ”Ini adalah jenis ketidakadilan (di Tunisia) yang harus ditangani lewat berbagai cara,” kata Wadud.

Menurut para pakar, basis AQIM telah melebar ke sejumlah negara, seperti Tunisia, Aljazair, Mauritania, dan Mali. Mereka selalu mengatakan, ”bencana Anda adalah bencana kami dan penderitaan Anda adalah penderitaan kami”. Wadud secara tak langsung memerintahkan seluruh jaringannya agar mendukung aksi rakyat Tunisia menggulingkan Ben Ali. (AP/AFP/REUTERS/CAL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com