Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RMS di Pengasingan Merasa "Menang"

Kompas.com - 08/10/2010, 08:59 WIB
Denny Sutoyo Gerberding

DEN HAAG, KOMPAS.com - Kalah perkara di pengadilan Den Haag dan bahkan harus membayar biaya persidangan, akan tetapi John Wattilete, yang mengaku diri Presiden Republik Maluku Selatan di pengasingan, merasa ”menang” karena berhasil menunda kunjungan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono ke Belanda.

Sementara di Jakarta, Kamis (7/10/2010), Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono kembali menegaskan, penundaan keberangkatannya ke Belanda, Rabu lalu, melalui beberapa pertimbangan.

”Kita harus memiliki sikap yang pasti dan tegas manakala ada sesuatu yang tidak boleh terjadi. Bagi saya, lebih baik saya tunda daripada saya berkunjung ke sana dan menimbulkan komplikasi politik dan persoalan yang lebih serius lagi di antara kita dengan Belanda di masa datang,” kata Presiden menjelang sidang kabinet terbatas bidang politik di Kantor Presiden, Kompleks Istana, Jakarta, Kamis.

Presiden mengatakan, ”Menunda sambil melihat perkembangan lebih lanjut. Sebab, sesungguhnya Indonesia ingin menjalin persahabatan dengan negara mana pun, termasuk dengan kerajaan Belanda, yang justru pada saat terakhir ini hubungan kita sangat baik sekali.” Merasa menang

Meski demikian, penundaan keberangkatan Presiden SBY ke Belanda itu juga justru ”disambut gembira” oleh John Wattilete, yang mengaku diri Presiden RMS di pengasingan.

”Kenyataan ini lebih indah daripada mimpi. Siapa sangka kami (RMS) mampu menghalangi kunjungan kenegaraan Presiden RI?” kata John Wattilete saat diwawancara kantor berita Belanda, ANP, Kamis.

Pengadilan Den Haag, Rabu, memang telah memutuskan menolak gugatan (kort geding) atau proses praperadilan kilat yang diajukan kelompok yang menamakan diri RMS di Belanda, yang meminta Pemerintah Belanda agar menangkap Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono karena dituduh telah melakukan pelanggaran hak-hak asasi manusia.

Meskipun sudah dinyatakan kalah beperkara, pengacara John Wattilete, E Tahitu, mengaku akan naik banding.

”Saya tetap percaya sistem demokrasi (di Belanda), pada hukum dan keadilan yang akan terus membantu perjuangan kami untuk meraih hak asasi yang bertahun-tahun diimpikan rakyat Maluku,” kata E Tahitu, seperti dikutip ANP.

Menurut pengadilan Den Haag, Rabu lalu, Presiden SBY sebagai kepala negara mempunyai kekebalan diplomatik dan tidak bisa dituntut hukum pidana di Belanda. Kekebalan itu tidak bisa diganggu gugat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com