KOMPAS.com — Para kepala negara di Amerika Latin kini mulai kewalahan menghadapi jaringan kartel narkoba yang semakin kuat. Perdagangan narkoba telah merasuk dan merusak hingga ke tatanan sosial, politik, budaya, dan ekonomi.
Aktivitas ilegal ini juga selalu diwarnai tindak kriminal yang melampaui rasa kemanusiaan, bahkan amat mematikan.
Tindak kriminal, seperti pembunuhan atau pembantaian massal, pemerkosaan, penculikan, dan perampokan, menjadi persoalan keseharian. Di Meksiko, misalnya, kejadian terbaru dan paling heboh adalah pembantaian 72 imigran gelap oleh kartel Los Zetas di Tamaulipas, Meksiko, medio September.
Begitu ganasnya sehingga pada pertemuan di kantor PBB di New York pada pekan ketiga September ini, para kepala negara dari Amerika Latin mengungkapkan kegelisahan mereka.
Di depan sidang Majelis Umum mereka mendesak PBB mengeluarkan kebijakan global yang lebih koheren untuk memerangi narkoba.
Presiden Panama Ricardo Martinelli menyebut obat bius atau narkoba sebagai ”senjata pemusnah massal”.
Presiden Meksiko Filipe Calderon menyatakan terus memerangi kartel karena narkoba merusak masa depan bangsa.
Presiden El Salvador Mauricio Funes mengatakan, perdagangan narkoba mengancam keamanan global.
”Dewasa ini, fokus kekerasan masih terletak di perbatasan AS dan teritorial kecil kami. Besok boleh jadi kekerasan akan melebar lagi ke kota-kota besar di banyak negara lain, seperti di AS, Eropa, Afrika, dan Asia,” kata Presiden Funes di depan Majelis Umum PBB.
Pendorong Omzet miliaran dollar AS tampak menjadi pendorong utama di balik semua itu. Penyelundupan obat bius dari Amerika Selatan ke AS saja diperkirakan bernilai 13 miliar dollar AS atau sekitar Rp 117 triliun (dengan kurs Rp 9.000) per tahun.