Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Laut China Selatan dan Kecemasan AS

Kompas.com - 01/08/2010, 02:40 WIB

Bedanya, China telah meratifikasi Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) yang mengakui kedaulatan sebuah negara atas wilayah sejauh 12 mil laut (sekitar 22,2 km) dari garis pantai, termasuk garis pantai dari pulau-pulau yang menjadi bagian negara itu.

UNCLOS juga mengakui zona ekonomi eksklusif (ZEE) suatu negara di kawasan laut sejauh 200 mil laut (sekitar 370 km) dari garis pantai.

Sedangkan AS sampai saat ini belum mengakui UNCLOS itu karena dianggap aturan tersebut akan membatasi ”kebebasan” AS. Oleh karena itu, ketika sebuah kapal militer, yang dikatakan AS sebagai kapal survei kelautan, diusir oleh kapal-kapal China karena dianggap akan ”mencuri” kekayaan laut dan sumber daya di bawahnya, konflik yang terjadi adalah karena titik pandang yang berbeda.

Akan tetapi, AS pun kini memang ”haus” untuk menggali kekayaan sumber daya alam yang berada jauh dari wilayahnya. Tragedi kebocoran minyak mentah di Teluk Meksiko yang menimbulkan pencemaran terbesar sepanjang sejarah negara itu kemudian memunculkan kebijakan moratorium pengeboran minyak laut dalam di sekitar kawasan perairan AS.

Padahal, perusahaan-perusahaan perminyakan besar dunia, yang sebagian besar sahamnya juga dimiliki para pengusaha AS, selalu memerlukan ladang baru untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan pundi-pundi pendapatannya.

Kawasan Laut China Selatan sudah sejak lama diyakini kaya dengan sumber daya minyak dan gas. Menurut sejumlah diplomat, China telah menekan banyak perusahaan asing yang telah membuat kesepakatan dengan Vietnam untuk tidak mengembangkan blok-blok minyak dan gas itu. Akibatnya, pada 2007, seperti ditulis Reuters, raksasa minyak BP Plc menghentikan rencana untuk melakukan eksplorasi di lepas pantai selatan Vietnam karena sengketa wilayah dengan China.

Sengketa terutama menyangkut Kepulauan Spratly dan Paracel yang sama-sama diklaim oleh China, Taiwan, Brunei, Filipina, Malaysia, dan Vietnam.

Sikap tegas China atas kekayaan migas di Laut China Selatan itulah sebenarnya yang membuat AS kini ikut bersuara. Bukan hanya dengan Vietnam, beberapa raksasa minyak dunia juga sudah menjalin kesepakatan dengan Taiwan, tetapi lagi-lagi terbentur klaim China yang menganggap Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya. Kalaulah ada yang mencoba mengabaikan peringatan China itu, negara komunis itu kini telah benar-benar siap untuk ”menghukum” siapa pun dengan armada-armada kapal perangnya yang mutakhir.

Posisi Indonesia

Meski tidak secara langsung terkait dengan sengketa wilayah di Laut China Selatan, kekhawatiran atas dominasi militer dan pengaruh sosial, ekonomi, dan politik China di kawasan ini sesungguhnya menempatkan Indonesia dalam posisi yang kian strategis.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com