Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berjuang demi Kehormatan Kim Il Sung

Kompas.com - 08/06/2010, 08:21 WIB

Oleh ANTON SANJOYO

Sistem komunis Korea Utara yang totaliter memang ampuh membelenggu jiwa anak-anak bangsanya, tak  terkecuali dalam sepak bola. Bagi pemain bola Korea    Utara mengukir prestasi di tingkat internasional, apalagi pada arena seakbar Piala Dunia, hanya punya arti jika itu semua ditujukan bagi kehormatan sang pemimpin besar Kim Il Sung.  

Tahun 1966, di Inggris, dalam kenangan pemain belakang Ring Jung Sun, adalah periode heroik dan pengalaman hebat memuliakan nama Bapak Kim di pentas dunia. Bagi Ring dan anggota skuad Korea Utara lainnya yang datang ke Inggris dengan ”tugas mulia”, tak ada yang lebih indah dalam kehidupan mereka selain mengabdi kepada Bapak Kim.

Ring mengenang, sebelum berangkat ke Inggris seluruh anggota tim dipanggil untuk bertemu Kim di istana. Bertemu muka dengan Pemimpin Besar Kim adalah mimpi yang menjadi kenyataan. ”Sebagai wakil dari bangsa Asia dan Afrika, sebagai bangsa kulit berwarna, saya minta kalian memenangi satu atau dua pertandingan,” ujar Kim.

Sebagai pemimpin besar, Kim memang orator ulung. Lewat sentimen ras, Kim menuding bangsa Eropa dan Amerika Selatan terlalu dominan dalam sepak bola. Sementara saat menjelang putaran final Piala Dunia 1966, seluruh negara Afrika memboikot karena memprotes FIFA soal jatah. Jadilah Korea Utara satu-satunya bangsa kulit berwarna yang mewakili Asia-Afrika untuk mendobrak hegemoni sepak bola Eropa-Amerika Latin.

Kepergian pasukan Korea Utara ke Inggris pun bukan perkara mudah. Ingatan pedihnya perang Korea (1950-1953) yang belum benar-benar hilang membuat Ring dan kawan-kawan dipandang dengan penuh kebencian, terutama oleh mereka yang menyebut dirinya ”Barat”.

Lagi pula, antara Korea Utara dan Inggris tak ada hubungan diplomatik. Setelah melalui perundingan alot yang difasilitasi FIFA, Inggris akhirnya mengizinkan pasukan Korea Utara mendarat, dengan syarat, lagu kebangsaan mereka tak akan diperdengarkan selama kejuaraan.

Tahun 1966, putaran final diikuti oleh 16 tim dan babak penyisihan dibagi dalam empat grup. Korea Utara berada di Grup 4 dan mereka harus berjuang habis-habisan melawan tiga ”raksasa”, yaitu Cile, Italia, dan Uni Soviet.

Bertanding pertama melawan Uni Soviet di Ayresome Park, Middlesbrough, Korea Utara tampil heroik meski harus menyerah 0-3. Malofeyev mencetak dua gol untuk Uni Soviet, sementara Banischevski menyumbang satu.

Namun, kekalahan telah melawan Uni Soviet tidak menyurutkan semangat skuad Korea Utara yang dijuluki ”Chollima”. Dalam laga kedua melawan Cile, mereka tampil lebih bersemangat. Namun, Cile unggul lebih dulu lewat gol penalti Marcos.

Waktu berlari begitu cepat bagi pasukan Chollima dan perjuangan keras mereka akhirnya membuahkan hasil setelah Pak Seung Zin membobol gawang Valentini untuk menyamakan kedudukan 1-1. Posisi ini bertahan sampai wasit Kandil (Mesir) meniup peluit akhir.

Pada saat yang bersamaan di Roker Park Sunderland, Italia—yang sebelumnya menang atas Cile di seri pertama—menghadapi favorit Uni Soviet. Laga ini dimenangi pasukan ”Beruang Merah” 1-0 lewat gol Chislenko.

Dengan kekalahan Italia, Korea Utara berpeluang menembus putaran kedua jika mampu mengalahkan pasukan ”Azzurri” di laga terakhir penyisihan grup. Syarat lain, Uni Soviet harus mengalahkan Cile.

Italia, yang sebenarnya difavoritkan bersama Uni Soviet, ternyata ketereran menghadapi gaya permainan Korea Utara yang agresif penuh tenaga. Sebenarnya, Italia lebih menguasai permainan dengan mencetak beberapa peluang pada menit-menit awal. Namun, setelah mereka kehilangan Bulgarelli yang cedera, irama permainan dikuasai Korea Utara yang mengejutkan publik Ayresome Park dengan permainan agresifnya. Pak Doo Ik akhirnya membobol gawang Italia yang dikawal Albertosi, dan Korea Utara mencatat sejarah.

Permainan penuh energi pasukan Chollima dikenang publik Middlesbrough dengan baik sampai sekarang. Dennis Barry, penggemar klub Middlesbrough, kepada BBC menuturkan, gaya permainan Korea Utara membuat mereka jatuh hati. ”Mereka bermain dengan sangat cantik. Postur mereka kecil, tetapi mampu mengolah bola sangat baik,” ujar Barry. ”Mereka terus bermain menyerang, dan seperti tak mengenal kata bertahan. Publik Middlesbrough langsung berada di belakang mereka setelah melihat cara bermain seperti itu,” lanjut Barry.

Kemenangan atas Italia memang akhirnya memastikan langkah bersejarah Korea Utara ke babak perempat final bersama Uni Soviet. Pasalnya, Cile yang sebenarnya juga berpeluang ke delapan besar tumbang di tangan Uni Soviet.

Sayangnya, di perempat final Korea Utara harus berjumpa favorit juara Portugal yang punya bintang Eusebio. Namun, meski berstatus underdog, Korea Utara tampil brilian dan membuat pemain-pemain Portugal seperti berlari-lari mengejar angin.

Dimotori Pak Seung Zin, Korea Utara membuat publik Goodison Park tercengang-cengang saat unggul tiga gol dalam waktu 20 menit. Kemenangan Korea Utara yang sudah di depan mata akhirnya dibuyarkan Eusebio yang bangkit dari ”tidurnya” untuk memimpin pasukan ”Selecao” mengambil alih irama permainan. Eusebio memborong empat gol, sebelum Augusto menggenapi come back gemilang Portugal, 5-3.

Meski kalah, Pak Seung Zin dan kawan-kawan disambut bak pahlawan setibanya di Pyongyang. Sepak bola menjadi semakin populer dan menjadi olahraga wajib di seluruh negeri. Sayangnya, prestasi mereka mundur sejak 1994. Pemerintah komunis Pyongyang melarang tim nasional bertanding ke luar negeri setelah dipermalukan Jepang dan Korea Selatan di babak kualifikasi Piala Dunia 1994.

Baru empat tahun kemudian Korea Utara bergaul lagi di arena internasional dengan tampil di Asian Games Bangkok 1998. Meski begitu, Korea Utara tetap tak bisa menembus Piala Dunia 1998 di Perancis dan 2002 di Jepang-Korea Selatan.

Tahun 2010 ini, mereka kembali ke Piala Dunia dan siap mengulang sensasi besar 1966.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com