Park Hyeong-Jung, peneliti senior pada Institut Unifikasi Nasional Seoul, mengatakan, sanering dilakukan untuk menegaskan peran negara dalam mengendalikan inflasi dan aktivitas pasar gelap. Pemerintah membatasi jumlah yang ditukar paling banyak 100.000 won per orang.
”Ini sama dengan merampas kekayaan orang dengan kekerasan, mengurangi daya beli mereka secara tajam. Langkah yang ekstrem ini bertujuan melemahkan fungsi pasar bebas yang sedang berkembang di sana,” katanya.
Mata uang Korut, yang disebut won sama seperti mata uang Korsel, secara resmi telah digunakan untuk membendung arus mata uang asing. Namun, nilai aktualnya yang diakui di pasar gelap malah merosot tajam.
Pemerintah Korut secara efektif telah memanggil pulang semua pejabat perdagangan untuk mengawal peredaran mata uang asing. Peredaran itu pun dibatasi, kecuali sebagian dari mata uang asing itu bisa ”disumbangkan” kepada pemerintah pusat. Praktik ini sebetulnya adalah sinyal dari buruknya sistem moneter dan keuangan modern.
Kasus salah urus ekonomi bertahun-tahun, bencana alam, runtuhnya Uni Soviet, dan sanksi internasional atas ambisi nuklir Pyongyang telah mengguncang ekonomi Korut. Utusan khusus AS untuk Korut, Stephen Bosworth, mengunjungi Pyongyang awal pekan depan. Dia akan membujuk Korut agar meninggalkan program nuklirnya.