Ia juga menegaskan, kaum minoritas di Israel kini juga mulai menyadari bahwa untuk meraih persamaan hak dengan Yahudi, dalam konteks negara Israel, harus melaksanakan semua kewajiban negara itu, termasuk menjadi anggota militer.
Menurut Romzi, banyak pemuda Muslim yang masuk menjadi anggota militer Israel untuk mendapatkan dana bagi sekolah mereka di universitas agar lebih mudah mendapatkan pekerjaan.
Departemen Pertahanan Israel memang memberi fasilitas bantuan dana bagi serdadunya yang ingin melanjutkan studi ke tingkat universitas. Juga banyak perusahaan Yahudi mensyaratkan bagi pelamar kerja harus memiliki surat bukti menjadi anggota militer.
Romzi mengungkapkan, warga Muslim Israel yang masuk menjadi anggota militer pascaperang di Jalur Gaza malah meningkat meskipun perang itu mendapat kutukan keras dari segenap Muslim di seluruh dunia.
”Ratusan Muslim di Israel mendaftar menjadi anggota militer negara itu per tahun. Mungkin jumlah Muslim yang menjadi anggota militer Israel mencapai ribuan,” ungkap Romzi.
Bulan Maret lalu (pascaperang Jalur Gaza), menurut Romzi, Departemen Pertahanan Israel menyebarkan iklan lowongan dan ternyata semakin banyak Muslim Israel yang mendaftar.
”Ini membuktikan perang Jalur Gaza tidak berpengaruh sama sekali,” lanjutnya.
Kecewa
Namun, banyak pula pemuda Muslim yang pernah menjadi anggota militer Israel merasa kecewa akibat mendapat cemoohan dari masyarakatnya, bahkan disebut pengkhianat.
”Ketika melamar menjadi anggota militer, saya dijanjikan kemudahan mencari kerja. Namun, setelah mengajukan lamaran kerja ke berbagai perusahaan dalam waktu cukup lama, lamaran saya selalu ditolak dan akhirnya saya kembali ke kampung,” ungkap Maher Badawi, seorang Muslim dari kota Nazaretz (Israel Utara) yang kini menjadi guru olahraga, menuturkan pengalamannya.