Itu disampaikan Peres pada peringatan 14 tahun tewasnya Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin, tewas pada 4 November 1995. Acara yang berlangsung Sabtu (7/11) malam di Tel Aviv itu dihadiri sekitar 100.000 warga Israel properdamaian. ”Kami berdua (Peres dan Abbas) telah menandatangani kesepakatan Oslo (1993). Saya meminta Anda sebagai teman, jangan mundur. Saya paham penderitaan rakyat Anda selama 50 tahun terakhir. Pemerintah dan rakyat saya juga paham itu. Saya tegaskan kepada Anda, Israel menghendaki perdamaian hakiki. Tahun depan mungkin bisa terwujud kemerdekaan Palestina. Tahun depan mungkin sangat menentukan. Namun, masalahnya tetap bergantung pada usaha kami dan Anda,” ujar Peres. Peres meminta pimpinan Palestina segera memulai perundingan damai yang terhenti sejak Desember 2008. Presiden Israel itu mengatakan perdamaian yang tidak sempurna lebih baik dari perang yang tak tiada akhir. ”Siapa yang menolak solusi dua negara, tidak akan bisa mewujudkan solusi satu negara. Mereka hanya akan membawa peperangan berdarah abadi,” tandas Peres lagi. Harian terkemuka Mesir, Al-Ahram, Minggu (8/11), mengungkapkan, Dubes Mesir untuk Palestina Yasser Osman di Ramallah menyampaikan surat dari Presiden Mesir Hosni Mubarak kepada Presiden Abbas. Isinya menegaskan dukungan Pemerintah Mesir atas kepemimpinan Abbas, kini dan masa datang. Harian terkemuka Israel, Haaretz, mengungkapkan, Presiden AS Barack Obama akan mengupayakan sejumlah insentif agar Presiden Abbas tidak mundur dari pentas politik Palestina. Sejumlah langkah itu, termasuk sikap AS yang menetapkan Jerusalem Timur sebagai kota pendudukan, bukan bagian dari Israel. Kedua, AS menetapkan permukiman Yahudi sebagai bagian dari tanah pendudukan yang harus diakhiri. Obama akan mengundang Abbas dan Benjamin Netanyahu ke Gedung Putih dalam waktu dekat. Di Palestina, pengunduran diri Abbas terus menjadi perbincangan hangat. Pejabat dan pengamat Palestina menyebut ada tiga skenario jika Abbas mundur. Pertama, secara de facto sikap Abbas itu tidak punya pengaruh apa-apa. Kedua, Abbas akan mengurungkan niatnya akibat tekanan dari sejumlah pihak dengan imbalan masyarakat internasional lebih serius menekan Israel. Ketiga, PLO dan Fatah harus memilih presiden baru jika Abbas bersikeras mundur.