Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti di Universitas Nanyang Susul David dan Zhou

Kompas.com - 31/03/2009, 07:17 WIB

Sebelumnya, Profesor Chan Kap Luk (45), dosen pembimbing tugas akhir David, membantah dirinya sebagai penyebab kematian mahasiswa tersebut. Dalam wawancara eksklusif dengan The New Paper, Chan mengaku bingung atas spekulasi terkait karakter dan orientasi seksualnya.  Sebab, sejumah forum di internet menyebut dirinya memiliki hubungan homoseksual dengan David.

Seperti dikutip dari harian Straits Times, Kamis (19/3), ayah dua anak itu mengatakan, “Demi Tuhan, itu semua tidak benar. Jangan percaya semua yang Anda baca di internet karena orang bisa menuliskan apa saja yang mereka inginkan. Saya tidak pernah membaca forum internet itu karena biasanya forum semacam itu tidak secara serius dibuat, setiap orang bisa menulis apa saja,” kata Chan.

Terkait tuduhan pemberian nilai rendah untuk tugas akhir David, Chan berkata sambil tertawa, kalau perannya adalah membantu mahasiswa. “Kami tidak akan membuat mahasiswa gagal dan itulah kenapa saya tertawa atas pendapat yang mengatakan kalau saya ingin memberi nilai buruk pada David. Tanya kepada dosen lain, mereka akan menjawab hal yang sama bahwa kami ingin mahasiswa kami berhasil,” terang Chan.

Chan menambahkan, semua mahasiswa mengalami proses yang sama dalam penulisan tugas akhir. Chan tidak mengatakan bahwa David mengalami masalah dengan tugas akhirnya. “David tidak memberi tahu saya kalau dia punya masalah dengan tugas akhirnya. Saya sedih karena dia mengakhiri hidupnya dengan cara seperti itu,” kata Chan. Namun dia menolak berbicara mengenai penusukan yang katanya dia alami dengan alasan dia telah memberikan semua keterangan kepada polisi.

Lapor polisi

Setelah gagal menyampaikan laporan pada Sabtu pekan lalu, Hartanto Widjaja kembali mendatangi Mabes Polri di Jakarta, Senin (30/3) siang, untuk melaporkan kasus kematian putranya, David Hartanto Widjaja. Sayang, Hartanto hanya diterima bagian piket Bareskrim Mabes Polri bernama Arwan.

Sebagaimana pernyataan keluarga sebelumnya, Hartanto curiga David dibunuh, bukan bunuh diri sebagaimana berita media massa di Singapura. “Saya curiga anak saya dibunuh, kalau sebabnya ada banyak kemungkinan,” kata Hartanto.

Karena itu, dia meminta Polri ikut mengusut kematian putranya karena sampai saat ini belum ada perkembangan hasil penyelidikan polisi Singapura. Hartanto kembali mempertanyakan adanya plester yang menempel di leher David. “Kalau dia bunuh diri harusnya mukanya hancur, padahal tidak,” tambah Hartanto.

Dia juga menepis jawaban dari Kepolisian Singapura bahwa luka di leher mahasiswa tingkat akhir NTU itu kemungkinan akibat terbentur beton. “Tidak mungkin kalau terbentur, kenapa hanya leher yang luka,” ungkap Hartanto. Dia juga heran mengapa hasil otopsi belum keluar dengan alasan harus menunggu waktu satu bulan dari waktu kejadian. “Padahal satu sampai dua hari bisa dilakukan,” katanya.

Sekali lagi, Hartanto kembali menyayangkan pernyataan NTU yang menyatakan David meninggal bunuh diri karena stes beasiswanya diputus. “Nonsense...! Karena dua minggu sebelum dia meninggal sudah dihapus. Itu pun hanya tinggal satu semester, apalagi pihak NTU menawarkan pinjaman yang bisa diangsur selama 20 tahun, praktis enggak ada masalah,” tambahnya.

Wakil Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Sulistyo Ishaq memberikan jaminan tidak akan mendiamkan laporan orangtua David. “Untuk laporan orangtuanya itu akan disikapi polisi. Teknisnya bagaimana, nanti ada caranya. Laporan ini akan dipelajari dulu karena locus delicti-nya bukan di Indonesia,” kata Brigjen Sulistyo Ishaq.(sts/viv/edy)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com