Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kapal Yaman Dirompak

Kompas.com - 26/11/2008, 06:50 WIB

NAIROBI, SELASA - Kelompok perompak Somalia kembali merompak sebuah kapal barang milik Yaman di Teluk Aden. Kapal yang diidentifikasi bernama MV Amani itu kemungkinan dirompak akhir pekan lalu dan sampai saat ini tidak diketahui keberadaannya serta jumlah awak dan kondisinya.

Hal itu disampaikan Andrew Mwangura, Koordinator Program Bantuan bagi Para Pelaut Afrika Timur untuk Wilayah Kenya, Selasa (25/11). ”Kami mendapat informasi bahwa Amani telah dibajak, tetapi kapal itu sudah bisa dikontak sejak empat hari lalu. Jadi, tidak diketahui pasti kapan sesungguhnya kapal itu dirompak,” papar Mwangura yang tidak mempunyai informasi lebih rinci mengenai perompakan itu.

Jika benar kapal itu menjadi korban perompakan, peristiwa tersebut kembali menunjukkan kemampuan perompak mengelabui tak kurang dari 15 kapal perang multinasional yang berpatroli di sekitar Teluk Aden.

Kementerian Dalam Negeri Yaman membenarkan bahwa perompak Somalia telah membajak sebuah kapal barangnya di Laut Arabia. Kapal itu tak bisa dikontak sejak Selasa pekan lalu, tetapi nama yang diberikan berbeda, yaitu Adina, dengan bobot mati 517 metrik ton.

Armada Kelima AS yang berbasis di Bahrain tidak bisa memastikan terjadinya perompakan kapal tersebut.

Siap perangi perompak

Menyikapi perompakan kapal yang disewa Iran, pekan lalu, seorang pejabat senior Iran mengatakan, Iran bisa menggunakan kekuatan terhadap para perompak itu apabila diperlukan.

Wakil Menteri Transportasi Iran Ali Taheri menyampaikan, masalah perompakan itu harus dihadapi dengan sikap tegas.

”Iran meyakini perlunya ada tindakan serius terhadap para perompak dan tentu saja kami mempunyai kekuatan militer yang mampu memerangi mereka,” papar Taheri.

Selasa pekan lalu, seperti dilaporkan Press TV Iran, perompak Somalia menguasai sebuah kapal barang berbendera Hongkong, Delight, yang disewa sebuah perusahaan Iran berikut 25 awak kapalnya. Kapal itu membawa 36.000 ton gandum.

Sekjen Liga Arab Amr Mussa, Senin, juga telah meminta negara-negara Arab membentuk sebuah kekuatan angkatan laut untuk memerangi maraknya perompakan di lepas pantai Somalia. ”Pasukan ini bisa bekerja sama dengan kekuatan-kekuatan lainnya di kawasan untuk melindungi keamanan,” papar Mussa.

Dia menambahkan, negara-negara Arab punya perjanjian kerja sama di bidang militer, yang memungkinkan operasi bersama.

Wakil-wakil dari negara-negara sekitar Laut Merah mengumumkan di Kairo, Kamis, bahwa mereka akan menunjuk komisi-komisi militer untuk membuat rekomendasi mengenai cara mengatasi perompakan.

Jerman sumbang fregat

Departemen Pertahanan Jerman, Selasa, memaparkan akan menyumbangkan sebuah fregat dan sekitar 1.400 tentara ke misi antiperompakan Uni Eropa di lepas pantai Somalia.

Harian The Frankfurter Allgemeine Zaitung, mengutip sumber yang dirahasiakan, menyebutkan, sekitar 500 personel akan ditempatkan di fregat. Juga akan ditempatkan pasukan komando di atas kapal barang milik Jerman yang akan berlayar ke kawasan lepas pantai Somalia itu.

Misi Uni Eropa yang dimulai 8 Desember itu akan mengerahkan lima sampai enam kapal perang untuk berpatroli di Teluk Aden dan perairan Samudra Hindia.

Sebelumnya, Ketua Komisi Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Javier Solana mengatakan, misi itu dibekali aturan yang memungkinkan penggunaan semua cara untuk melindungi dan menangkal.

Beberapa analis keamanan menyampaikan, perompakan terhadap tanker raksasa Saudi menunjukkan betapa mudahnya menyerang sebuah kapal. Ini merupakan titik rawan yang bisa dimanfaatkan Al Qaeda untuk menyerang obyek-obyek ekonomi global. Hal itu juga menggambarkan lebih besarnya risiko pelayaran global terhadap serangan teroris ketimbang penerbangan.

Al Qaeda telah melancarkan atau merencanakan sejumlah serangan laut pada masa lalu. Salah satunya adalah pengeboman bunuh diri terhadap kapal perang AS, USS Cole, tahun 2000 yang menewaskan 17 pelaut AS.

”Ada argumen bahwa kelompok teroris tidak mempunyai kemampuan yang cukup untuk menguasai sebuah kapal. Namun, pengalaman Somalia menunjukkan, tidak diperlukan keahlian tinggi untuk melakukannya,” kata Ian Storey, peneliti di Institute of Southeast Asian Study, Singapura. (AP/AFP/Reuters/OKI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com