Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Situasi Somalia Dorong Aksi di Asia

Kompas.com - 25/11/2008, 05:37 WIB

SINGAPURA, SENIN - Maraknya aksi perompakan di lepas pantai Somalia dan sekitar Teluk Aden, serta keberhasilan para perompak mendapatkan uang tebusan dari aksinya, bisa mendorong maraknya lagi aksi-aksi perompakan di perairan Asia, khususnya sekitar Selat Malaka.

”Saya yakin banyak penjahat dan jaringan kejahatan di Asia menyaksikan peristiwa-peristiwa di Somalia dengan perhatian yang besar,” ungkap Noel Choong, Ketua Pusat Pelaporan Perompakan Biro Maritim Internasional, Senin (24/11) di Kuala Lumpur.

Selat Malaka yang memisahkan Semenanjung Malaysia dengan Pulau Sumatera merupakan salah satu jalur laut tersibuk di dunia, yang dilayari lebih dari 70.000 kapal tahun 2007, termasuk kapal-kapal yang memasok sekitar 80 persen kebutuhan energi bagi Jepang dan China.

Perompakan di selat itu pada tahun 2005 menjadi sangat serius sehingga pernah dimasukkan sebagai zona risiko perang. Akibatnya, biaya asuransi kapal yang lewat selat itu pun sangat tinggi.

Akan tetapi, upaya terkoordinasi yang dilakukan Indonesia, Malaysia, dan Singapura untuk mengatasi perompakan telah membantu menurunkan jumlah serangan di selat itu sepanjang tahun ini.

”Para perompak Somalia mendapatkan begitu banyak uang dan menghadapi risiko sangat kecil. Setiap kali Anda mempunyai sebuah aktivitas berisiko rendah tetapi pendapatannya besar, hal itu akan mendorong para penjahat.

Data yang dikumpulkan Pusat Informasi Kesepakatan Kerja Sama Regional untuk Perang Melawan Perompakan dan Perampokan Bersenjata terhadap Kapal-kapal di Asia (ReCAAP), yang berbasis di Singapura, menunjukkan kecenderungan umum menurunnya perompakan di kawasan ini sejak tahun 2003.

Namun, India, Vietnam, dan Filipina melihat meningkatnya serangan pada tahun ini dibandingkan dengan tahun 2007. Dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah serangan di sekitar Selat Malaka dan Selat Singapura terjadi, dengan target utama kapal penarik tongkang.

Bantu pendanaan

Untuk pengamanan Selat Malaka, The Nippon Foundation, yayasan yang berbasis di Tokyo yang menanggung sepertiga biaya pemeliharaan bantuan navigasi di Selat Malaka, meminta agar pemilik kapal membantu meringankan beban negara-negara yang memiliki wilayah di Selat Malaka, yaitu Indonesia, Malaysia, dan Singapura.

”Saya mengimbau kepada pemilik kapal untuk membantu dana yang akan dikelola oleh tiga negara littoral, yaitu Indonesia, Malaysia, dan Singapura,” ungkap ketua yayasan itu, Yohei Sasakawa, pada sebuah konferensi maritim regional, kemarin.

Sasakawa menambahkan, dengan maraknya perompakan di lepas pantai Somalia yang sudah mengancam rute perdagangan melalui Terusan Suez, pelayaran lebih dari 94.000 kapal per tahun melalui Selat Malaka bisa terganggu ancaman keselamatan.

Berdasarkan usulan anggaran tahun 2009 yang besarnya 8 juta dollar AS, masih ada kekurangan 2,6 juta dollar AS untuk membiayai pemeliharaan navigasi di Selat Malaka. Kekurangan itulah yang diharapkan diperoleh dari negara pengguna dan pemilik kapal. Biaya-biaya itu digunakan untuk pemeliharaan dan pengoperasian lampu suar, lampu penunjuk, dan lain-lain.

Sasakawa mengungkapkan, pemilik kapal enggan memberikan bantuan dana, dengan mengatakan bahwa perairan internasional haruslah bebas dan mereka terpaksa menaikkan biaya pelayaran jika harus menyumbang.

”Saya mengimbau mereka untuk mengubah sikap. Kita perlu mencegah terjadinya kecelakaan sebelum itu terjadi,” ujarnya. (AFP/reuters/OKI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com