Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mencari Operasi Craniofacial ke Adelaide

Kompas.com - 15/04/2013, 19:56 WIB
L Sastra Wijaya

Penulis

ADELAIDE, KOMPAS.com -  Bagi Daniel, Siti Aisyah, Nur Mariati, dan Diah, kehadiran mereka di Indofest hari Minggu (14/4/2013) di Rymill Park adalah untuk menikmati kembali suasana Indonesia. Walau kehadiran mereka di taman tersebut menimbulkan reaksi tidak biasa dari anak-anak lainnya. Ini disebabkan karena wajah keempat anak tersebut memang tidak normal.

Mereka dikenal sebagai penderita kelainan di wajah dan tengkorak kepala(craniofacial) yang sedang menjalani perawatan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Adelaide. Mereka boleh disebut beruntung karena ditangani oleh salah seorang ahli bedah craniofacial paling terkenal di dunia, Prof David David. Selain itu, sebagian besar biaya perawatan dan perjalanan mereka ditanggung oleh pihak rumah sakit dan pemerintah Australia.

Daniel yang sekarang baru berusia 2 tahun, sudah 4 bulan berada di Adelaide. Selama ini dia sudah menjalani dua operasi di tengkorak kepalanya dan sekali di tangan. Menurut ibunya, Santi, Daniel menderita apa yang disebut sebagai sindroma Apert dimana tulang tengkoraknya tidak tumbuh sesuai dengan perkembangan, sehingga menekan otak. Jari-jari di tangan Daniel juga melekat satu dengan yang lain.

Sindroma Apert ini sebenarnya merupakan kondisi langka. Dari berbagai penelitian yang masih memberikan angka berbeda-beda, disebutkan terjadi satu dari sekitar 65 ribu sampai 2 juta kelahiran. "Saya diberitahu ini terjadi karena faktor gen, jadi ada kerusakan gen yang dibawa oleh saya dan suami. Jadi ketika dilahirkan Daniel sudah memiliki kecacatan ini." kata Santi kepada koresponden Kompas di Adelaide L. Sastra Wijaya di sela-sela Indofest hari Minggu (14/4).

Menurut Santi, seharusnya sejak lahir, Daniel harus sudah ditangani. Namun di Indonesia, informasi mengenai craniofacial ini sangat minim. Banyak dokter yang tidak mengetahui dan tidak bisa memberikan info lanjutan mengenai apa yang harus dilakukan.

"Dari para dokter saya diberitahu bahwa tidak ada yang bisa dilakukan, harus pasrah menerima keadaan ini. Tapi saya tidak mau menyerah. Saya terus mencari informasi, dan akhirnya lewat internet, saya mengetahui keberadaan Prof David David." kata Santi yang berasal dari Jakarta tersebut. Prof David David sudah lama terlibat dalam operasi guna memperbaiki kerusakan wajah anak-anak yang menderita kelainan tersebut. 

Di Indonesia, Prof David David sebenarnya sudah lama bekerjasama dengan beberapa yayasan dan rumah sakit untuk pasien dari Indonesia. Yayasan itu adalah Yayasan Citra Baru di Jakarta, dan Yayasan Senyum di Bali.

Sedangkan rumah sakit adalah RS Dr Soetomo di Surabaya dan RS Sanglah Denpasar. Prof David David secara teratur setahun dua kali akan berkunjung ke Indonesia untuk bertemu dengan para pasien craniofacial tersebut. "Kami ke RS Soetomo bulan April 2012, dan kemudian bertemu Prof David bulan Oktober, dan bulan Januari kami ke Adelaide," kata Santi lagi. 

Untuk tindakan ini, Santi mengeluarkan biaya untuk tiket pesawat dan pengurusan surat-surat. Sementara untuk biaya operasi dibantu oleh Yayasan Citra Baru. Santi merasa beruntung karena putranya Daniel baru berusia 2 tahun, dan sudah mendapatkan perawatan. Nur Mariati (10) yang berasal dari Cilacap (Jawa Tengah) menderita pelebaran batang hidung, dan mata yang pendek sebelah. 

Ayah Nur Mariati, Saidin mengatakan bahwa mereka juga bisa ke Adelaide karena bantuan dari Yayasan Citra Baru. Mereka baru tiba dua minggu lalu, dan masih menjalani pemeriksaan awal. "Saya belum tahu berapa operasi yang akan dijalankan oleh anak saya." kata Saidin. Sementara itu, Yuniko ibu dari Siti Aisyah (10) juga dari Jakarta bersyukur bahwa mereka sudah sampai di Adelaide.

"Walau anak saya tidak akan  bisa menjadi berwajah normal seperti anak-anak lainnya, namun saya bersyukur bahwa keadaannya tidak akan lebih memburuk lagi setelah mendapatkan perawatan di sini." kata Yuniko. Selama keberadaan mereka di Adelaide, pasien asal Indonesia ini mendapatkan bantuan penterjemah dari warga Indonesia yang tinggal di sini. Salah seorangnya adalah Suharto, salah seorang sesepuh warga Indonesia.

"Sejak kami pindah ke sini di tahun 1970-an, saya ingat sudah ada pasien dari Indonesia yang datang. Mungkin sekitar tahun 1975-an. Saya baru terlibat menjadi penterjemah setelah pensiun." kata Suharto. Dalam pantauan Kompas selama beberapa tahun terakhir, setiap tahunnya sekitar 5-6 pasien dari Indonesia menjalani perawatan dan tindakan di Adelaide.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com