Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Mahasiswi Bali Didagangkan di Malaysia

Kompas.com - 25/07/2010, 02:29 WIB

KUALA LUMPUR, KOMPAS.com - Lima gadis Bali berstatus mahasiswi PLP (pendidikan dan latihan pariwisata) Mengwitani, Badung, menjadi korban perdagangan manusia di Malaysia.

Menurut Atase Tenaga Kerja Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur, Agus Trianto, Sabtu (24/7/2010), kasus ini sudah masuk kategori "perdagangan manusia". "Jika tertangkap, pelakunya dapat dikenakan UU Anti Perdagangan Manusia," katanya.  

Agus menyebutkan, para mahasiswi itu akan dikembalikan ke orangtuanya pada Senin (26/7/2010) pagi. "Saya akan mendampingi mereka untuk diserahkan kepada orang tua mereka," katanya.

Kisah pilu kelima mahasiswi Diploma I PLP Mengwitani, Badung, itu berawal dari kontrak kerja ke Malaysia atas kerja sama kampus dengan sebuah agen di Indonesia.

Menurut seorang korban bernama Nyoman, mereka semula diberitahu akan praktik kerja di hotel bintang lima di Malaysia. Tapi ternyata, mereka dipekerjakan di pabrik elektronika Sony, Pulau Penang.

"Kami kontrak kerja ke Malaysia atas tawaran kampus. Disetujui kepala sekolahnya yang bekerjasama dengan agen di Indonesia bernama Samuel," kata Nyoman.

Untuk bisa praktik kerja di hotel bintang lima itu, mereka harus mengeluarkan uang yang cukup besar. Nyoman misalnya, mengaku menghabiskan uang Rp 10,5 juta, sedangkan dua temannya sudah mengeluarkan dana Rp 6,5 juta per orang.

Dana tersebut dipakai untuk membeli tiket Denpasar-Kuala Lumpur serta membayar biaya pembuatan paspor, pajak bandar udara, dan pemeriksaan kesehatan. "Kami tiba di LCCT Sepang pada 13 April 2010 pukul 24.00. Karena tidak ada yang menjemput, kami tidur di LCCT hingga esok paginya."

"Sekitar Pukul 10.00 pagi, agen datang menjemput. Kami langsung dibawa ke asrama di Pulau Penang. Ternyata kami dipekerjakan di pabrik Sony, bukannya di hotel sebagaimana janji semula," kata Nyoman.

"Kami langsung mengontak orangtua kami. Mereka cemas karena kami tidak bekerja di hotel sesuai janji awalnya. Para orangtua memprotes sekolah tapi hingga kini tak ada jawaban," ungkap Nyoman.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com