Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demi Kedisiplinan, Orangtua Boleh Memukul Anak

Kompas.com - 22/08/2009, 12:36 WIB

WELLINGTON, KOMPAS.com — Warga Selandia Baru memilih mengizinkan para orangtua untuk memukul anak-anak mereka. Sementara itu, sejak saat ini sudah dua tahun berjalan penerapan undang-undang yang melarang mendisiplinkan anak secara paksa. Undang-undang tersebut diberlakukan sebagai bagian dari upaya untuk menurunkan tingginya angka kasus perlakuan buruk terhadap anak.

Kini melalui satu referendum sebagian besar warga di Selandia Baru berpendapat memukul anak agar anak disipilin sebaiknya diperbolehkan.

Pertanyaan dalam refendum tersebut tepatnya berbunyi: "Apakah memukul sebagai bagian dari mendisiplinkan anak sebaiknya digolongkan sebagai tindak pidana di Selandia Baru?"

Hasil referendum ini tidak mengikat dan Perdana Menteri John Key mengatakan, dia tidak akan mengubah undang-undang yang ada.

Komisi pemilihan mengatakan, hasil awal menunjukkan 54 persen pemilih menggunakan hak suara dan hampir 90 persen menjawab tidak atas pertanyaan dalam referendum ini.

UU lama tak diubah

Wartawan BBC Nick Bryant, Sabtu (22/8), melaporkan, referendum ini digelar menyusul kampanye dari pihak-pihak yang menentang undang-undang yang dikeluarkan dua tahun lalu yang melarang orangtua menggunakan kekerasan untuk mendisiplinkan anak.

Mereka yang tidak setuju dengan undang-undang ini beralasan orangtua yang baik mungkin bisa diadili dengan undang-undang tersebut.

Larry Baldock, seorang pegiat referendum, mengatakan puas dengan hasil referendum ini. Dia berharap hasil ini mengirim pesan yang jelas kepada pemerintah bahwa undang-undang yang ada sulit untuk diterapkan.

Pemerintah mengatakan akan mengajukan beberapa usulan untuk mengatasi persoalan ini dalam rapat kabinet pada Senin.

Selandia Baru adalah satu di antara enam negara yang melarang hukuman fisik terhadap anak. Pemerintah memberlakukan larangan pemukulan terhadap anak pada 2007.

Negara pertama yang mengadopsi peraturan ini adalah Swedia pada 1979, disusul Finlandia pada 1983 dan Norwegia pada 1987.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com