Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peluang Berkembang Tak Sama

Kompas.com - 15/07/2009, 05:28 WIB

KOMPAS.com - Belum genap 18 bulan lalu, Pemerintah China dibuat pusing dengan pergolakan yang berbuntut kekerasan di Tibet. Dan respons pemerintah sudah bisa diduga: bagi siapa pun yang menggoyang stabilitas negeri - sebuah ”sila suci” bagi negeri sentralistik berpenduduk 1,33 miliar jiwa ini - ia akan ditindak tegas. Stabilitas, bagi China, adalah segalanya.

Dan ketika aksi kerusuhan berkecamuk di tempat asal etnis minoritas Uighur di provinsi kaya minyak, Xinjiang, pekan lalu dan buntutnya jatuh korban (menurut klaim pemerintah) 184 jiwa, terbanyak warga mayoritas Han, maka perdebatan pun kembali muncul di kalangan pimpinan Partai Komunis China. Sebenarnya, apa yang salah dengan kebijakan soal etnis minoritas?

Kalangan konservatif - dalam kasus Tibet - mendesakkan tindakan keras, termasuk mengurangi ruang gerak warga minoritas di Tibet yang selama ini mendapat sejumlah prioritas akan berbagai privilese. Hak istimewa itu, di antaranya, menyangkut akan hak menjalankan agama, boleh punya lebih dari satu anak, maupun menggunakan bahasa etnis mereka. Privilese itu tak diberikan kepada kalangan mayoritas.

Tindak keras aparat keamanan pemerintah waktu itu mendapat alasan kuat lantaran China tengah bersiap jadi tuan rumah pesta olahraga, Olimpiade Beijing 2008. Tak boleh tidak, perayaan yang menjadi pusat perhatian dunia itu harus berjalan dengan sukses dan aman.

Rasa keadilan

Akan halnya kerusuhan di Urumqi? Tentu permasalahan berbeda dengan Tibet, walau sama-sama menyangkut masalah etnis minoritas.

Coba runut kembali pangkal kerusuhannya. Sama sekali bukan soal agama minoritas, tetapi sebenarnya soal ”rasa keadilan”.

Uighur merasa tak puas dengan penanganan aparat dalam kasus buruh Uighur versus orang Han di sebuah pabrik di Shaoguan, Guangdong, sebulan sebelum meletus kerusuhan Urumqi. Demonstrasi yang dihadapi dengan tegas oleh aparat itu berbuntut kerusuhan yang merenggut jiwa. Banyak orang Han menjadi korban.

Rasa keadilan orang-orang Uighur juga terusik meskipun mendapat beberapa privilese sebagai kaum minoritas. Namun, secara ekonomi, mereka sungguh tertinggal dari warga keturunan Han. Bahkan di negeri asal etnis Uighur sendiri, di Provinsi Xinjiang, mereka menjadi minoritas. Etnis Uighur sekitar 7 juta jiwa, dari total sekitar 20 juta penduduk Provinsi Xinjiang. Tak hanya dalam hal jumlah jiwa, tetapi juga dalam ”kesempatan berkembang” mereka terpinggirkan.

”Ada banyak warga Uighur yang mengadu nasib di kota, mereka tak punya keterampilan. Sementara yang sudah studi mati-matian dan memiliki keterampilan, mereka sulit mendapat pekerjaan,” ungkap seorang pengusaha kelahiran Urumqi, seperti dikutip Dean Yates, dari Reuters, Senin.

Di Xinjiang, tak hanya perusahaan-perusahaan swasta yang memilih mempekerjakan orang Han. Bahkan perusahaan milik negara pun, kata Alim, seorang pejabat Uighur, lebih memilih orang Han daripada orang Uighur.

”Bahkan lulusan terbaik kami pun (warga Uighur), mereka kesulitan mendapat pekerjaan,” kata Alim. Sementara itu, aksi kerusuhan - beberapa berupa pembunuhan terhadap warga Han di Urumqi - kata Alim, banyak dilakukan oleh mereka, imigran dari selatan Xinjiang yang kurang berpendidikan. Bukan semata-mata orang Uighur.

Apa pun alasannya, sebuah tindakan tegas sudah telanjur terjadi atas orang-orang Uighur ini. (AP/Reuters/sha)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com