Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peristiwa 11 September dan Intelijen Pakistan

Kompas.com - 10/12/2010, 03:35 WIB

Tanggal 20 September 2001, atau sembilan hari pascaserangan 11 September, pusat kajian strategis kelompok neokonservatif, Project for The New American Century, menulis surat terbuka kepada Presiden Amerika Serikat George W Bush di surat kabar Washington Times dan Weekly Standard.

Isinya, antara lain, mendesak Pemerintah AS mengambil tindakan militer mendepak rezim Taliban yang berkuasa di Afganistan dan menangkap atau membunuh Osama bin Laden. Surat tersebut ditandatangani 40 tokoh intelektual dari berbagai bidang. Mayoritas mewakili kelompok neokonservatif.

Malamnya, masih pada hari yang sama, Presiden Bush berpidato di depan Kongres AS, mendeklarasikan perang melawan teror. Ia menyebut pelaku peristiwa 11 September terkait dengan Al Qaeda pimpinan Osama bin Laden.

Dalam pidatonya, Bush mengultimatum rezim Taliban agar segera menyerahkan Osama bin Laden dan para pentolan Al Qaeda. Selain itu, Taliban harus menutup semua kamp teroris dan membuka akses bagi AS untuk melakukan pemeriksaan.

Bush menyebut ultimatum ini tanpa syarat dan tidak untuk dirundingkan. ”Jika rezim Taliban menolak, nasibnya akan sama seperti teroris,’’’ ujarnya. Ia menyatakan perang melawan teror diawali dengan menyerang Al Qaeda.

Pidato tersebut memukau anggota Kongres, rakyat AS, ataupun masyarakat internasional. Padahal, mengutip sumber aparat penegak hukum, surat kabar The New York Times (24/9/01) menulis, dua pekan pascaperistiwa 11 September, para investigator belum menemukan kaitan sembilan belas pelakunya dengan kelompok di dalam ataupun luar negeri.

Tekanan terhadap Pakistan

Bagi Presiden Bush dan kelompok neokonservatif khususnya, bukti yang dimaksud tidak diperlukan lagi karena peristiwa 11 September adalah bukti konkret kejahatan teroris, yang disaksikan umat manusia.

Maka, sehari pascaserangan 11 September, persiapan invasi militer telah dibicarakan. Langkah pertama adalah mengisolasi Taliban dari negara sponsornya, yakni Pakistan.

Deputi Menteri Luar Negeri AS Richard Armitage kemudian memanggil Kepala Badan Intelijen Pakistan (Inter-Services Intelligence–ISI) Letjen Mahmoud Ahmed, yang saat itu berada di Washington (12/9/01). Ia mengingatkan, kini hanya ada dua pilihan bagi Pakistan. Yakni, mendukung AS atau menghadapi hujan bom hingga kehidupan di Pakistan kembali seperti di zaman batu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com