Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana Menahan Cengkeraman Itu?

Kompas.com - 15/08/2010, 07:10 WIB
Oleh Simon Saragih

KOMPAS.com — ”Saatnya bagi AS dan sekutunya berhenti melakukan penyalahgunaan terhadap Indonesia dan mengakui perlunya mereformasi sistem penyerahan virus sehingga negara berkembang menerima manfaat nyata atas partisipasi mereka.”

Demikian artikel yang ditulis Edward Hammod, peneliti kebijakan AS, 12 Agustus lalu di situs Immunocompetent. Dia tidak rela menerima tulisan Richard Holbrooke dan Laurie Garrett berjudul 'Sovereignty’ That Risks Global Health” di harian AS, Washington Post, edisi 10 Agustus 2008.

Holbrooke kini adalah Presiden Global Business Coalition on HIV/AIDS, Tuberculosis, and Malaria. Sebelumnya dia adalah Dubes AS untuk PBB. Garrett adalah wartawan peraih Pulitzer dan peneliti senior di Council on Foreign Relation, AS.

Hammond mengkritik Holbrooke dan Garrett karena artikel yang mengkritik keras sikap kukuh mantan Menteri Kesehatan RI Siti Fadilah Supari. Mantan Menkes ini menolak penyerahan sampel virus flu burung, yang diincar sejumlah korporasi farmasi global, dengan alasan itu adalah hak RI sesuai kedaulatan negara yang dilindungi hukum internasional.

Holbrooke dan Garrett menyerang sikap Siti dengan alasan ”kedaulatan” memberi risiko bagi kesehatan global. Alasannya, virus flu burung di Indonesia itu bisa menular lintas batas negara sehingga menyebarkan penyakit secara global. Sampel akhirnya diserahkan ke Badan Kesehatan Dunia (WHO) oleh RI.

Intinya, Hammond ingin mengingatkan lewat artikelnya bahwa kepemilikan virus pun memiliki kekebalan berdasarkan kedaulatan negara. ”Jelas, dua penulis itu salah kaprah karena mengabaikan begitu saja, khususnya, 20 tahun waktu pembahasan Convention on Biological Diversity, yang bersama berbagai instrumen internasional mengakui kedaulatan sebuah negara atas sumber daya genetika, termasuk mikroba. Virus-virus, tak terkecuali, adalah sumber daya genetika yang kepemilikannya diperkuat oeh kedaulatan negara, entah Holbrooke dan Garrett mau mengakuinya atau tidak.”

Hammond mengingatkan, dalam pembahasan konvensi soal keanekaragaman biologi itu dia hadir dan Holbrooke tak pernah terlibat pembahasan. Holbrooke dan Garrett memang menuliskan juga bahwa WHO telah meminta perusahaan farmasi global agar tak mengeksploitasi genetika itu untuk tujuan komersial.

Mengapa isu virus flu burung ini menjadi terkemuka di kalangan tertentu pemerhati sumber daya genetika? ”Virus-virus bagi perusahaan penghasil vaksin adalah sumber daya penting,” kata Dirut Biofarma Iskandar, yang baru saja menjadi tuan rumah penyelenggaraan konferensi internasional soal vaksin.

Hammond mengakui, walau ada isu kedaulatan, penyerahan sampel virus bisa dilakukan berdasarkan skema material transfer agreement (MTA). Berdasarkan MTA, penyerahan sampel virus hanya untuk kepentingan riset, bukan pengembangan untuk komersialisasi.

Situs WHO menuliskan, vaksin baru untuk kombinasi virus H5N1 telah dikembangkan oleh WHO Collaborating Center for the Surveillance, Epidemiology and Control of Influenza at the Centers for Disease Control and Prevention (WHO CC), Atlanta, AS, dengan bahan dari A/Egypt/2321-NAMRU3/2007.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com