Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Myanmar Bantah Aparat Keamanan Lakukan Kekerasan atas Rohingya

Kompas.com - 04/01/2017, 13:11 WIB

YANGON, KOMPAS.com – Komisi penyelidik kekerasan di negara bagian Rakhine, Myanmar, Rabu (4/1/2017), membantah kalau pasukan keamanan telah melakukan kekerasan dan melecehkan warga Rohingya.

Pernyataan komisi muncul beberapa hari setelah beredar video yang memperlihatkan sejumlah polisi menyerang warga sipil dari kelompok minoritas tanpa kewarganegaraan yang menetap di wilayah Rakhine itu.

Puluhan ribu warga Rohingya, kelompok masyarakat yang menjadi sasaran kekerasan warga mayoritas lokal, telah melarikan diri dari operasi militer yang berlangsung di Rakhine.

Operasi militer digelar setelah terjadi penyerangan oleh sekelompok orang bersenjata kepada pos polisi di wilayah perbatasan dengan Banglades pada 9 Oktober 2016.

Akibat operasi militer puluhan warga Rohingya tewas. Sebagian dari warga yang lari ke Banglades mengaku telah terjadi perkosaan, pembunuhan, dan pembakaran oleh aparat keamanan Myanmar.

Pemerintah Myanmar, yang dipimpin oleh Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian Tahun 1991, Aung San Suu Kyi mengatakan, tudingan itu sebagai bualan belaka.

Pemimpin de facto Myanmar tersebut, melalui perangkat pemerintahannya, telah menolak tekanan internasional yang berkaitan dengan terabaikannya perlindungan kaum minoritas sebagaimana dilaporkan Agence France-Presse.

Pada Rabu ini, komisi yang dibentuk untuk menyelidiki kekerasan mengeluarkan laporan yang intinya menolak klaim yang menyebutkan bahwa pasukan keamanan melakukan pelanggaran dan kekerasan terhadap etnis minoritas Rohingya.

Dengan masih ada banyak populasi masyarakat “Bengali”, rumah ibadah, dan bangunan keagamaan lainnya di wilayah itu sebagai korban kerusuhan, merupakan “bukti tidak ada kasus genosida dan penganiayaan agama," kata komisi dalam sebuah pernyataan yang disiarkan di media Myanmar.

Pemerintah Myanmar  menolak mengakui Rohingya sebagai salah satu etnis minoritas di negara itu. Kelompok minoritas ini disebut sebagai “Bengali” atau imigran ilegal dari Banglades.

Komisi tersebut dipimpin oleh seorang mantan jenderal militer yang sampai saat ini masih masuk dalam daftar hitam oleh Washington.

Menurut komisi, “tidak ada bukti yang cukup" tentang pemerkosaan dan komisi masih menyelidiki klaim tentang pembakaran permukiman, penangkapan ilegal, dan penyiksaan terhadap Rohingya.

Tindakan hukum telah diambil terhadap 485 warga sipil, kata komisi, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.

Pernyataan itu muncul beberapa hari setelah pemerintah menahan empat polisi yang ada dalam video yang menunjukkan mereka memukuli dan menendang warga Rohingya.

Lebih dari 120.000 orang Rohingya telah mengungsi ke kamp-kamp pengungsian yang kumuh karena kekerasan sektarian meletus pada tahun 2012.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com