Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Temanku, Teroris?" dari Indonesia Lewat Australia ke Frankfurt Book Fair

Kompas.com - 08/07/2015, 07:56 WIB
Indonesia akan menjadi tamu kehormatan di pameran buku terbesar di dunia Frankfurt Book Fair 2015. Buku Temanku, Teroris? karya Noor Huda Ismail, yang kini diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh mahasiswa Monash University, merupakan salah satu buku yang akan ditampilkan. Berikut catatan Noor Huda mengenai buku tersebut.

KOMPAS.com - Saya baru punya satu karya buku, Temanku, Teroris?. Buku ini diterbitkan  Mizan tahun 2010.

Waktu itu, penerbit meminta saya untuk menuliskan memoir pribadi saya. Bagi mereka, pengalaman saya tinggal satu kamar dengan Fadlullah Hasan, salah satu pelaku bom Bali tahun 2002 ketika nyantri di pondok pesantren Al Mukmin Ngruki itu menarik.

Buku itu saya tulis untuk menjelaskan bagaimana saya dan Hasan yang ‘satu guru dan satu ilmu’  tapi kok kemudian memilih jalan yang berbeda. Saya menjadi special correspondent untuk koran Amerika, The Washington Post, yang meliput peledakan bom dahsyat di Bali yang menewaskan tidak kurang 202 korban di antaranya 88 orang Australia. Sedangkan Hasan justru terlibat di dalamnya.

Dengan gaya penulisan laporan investigatif jurnalistik yang saya tulis seperti karya fiksi, membuat para pembaca sering menyebut buku saya itu sebuah novel.

Padahal buku saya berisi semua kisah nyata hasil wawancara dengan para pelaku, korban, teman-teman saya ketika di pesantren dan bahkan dengan anak perempuan ustad pondok yang sempat saya ‘pacari’ waktu itu.

Ketika draf awal sudah selesai, saya minta para narasumber membaca ulang tulisan saya dan meminta mereka mengoreksinya jika ada yang kurang pas.  

Bedah buku dilakukan di dalam penjara dengan para terpidana teroris. Sehingga buku ini pun menimbulkan dampak pro dan kontra di kalangan publik.

Yang pro mengatakan bahwa buku saya itu mengajak pembaca memasuki dunia terorisme dengan tanpa menghakimi. Sedangkan yang kontra menuduh saya menjadi juru bicara para teroris itu.

Singkatnya, buku itu lebih sebagai buku ‘aktifis’ dan bukan karya sastra.

Oleh karena itu, saya tidak pernah membayangkan mendapatkan undangan dari sastrawan sekaliber Goenawan Muhammad, pendiri majalah Tempo dan selaku ketua panitia delegasi Indonesia pada Frankfurt Book Fair (FBF) 2015, untuk terlibat dalam pameran buku terbesar di dunia itu.

Penunjukan ini jelas telah memaksa saya untuk duduk dengan para penulis top Indonesia seperti Laksmi Pamuntjak, Andrea Hirata, Ahmad Tohari, Ahmad Fuadi atau Ayu Utami dan yang lainnya dalam forum bersejarah bagi dunia literasi Indonesia di ajang internasional.

Setelah penunjukkan ini, saya terlibat dalam proses penerjamahan dengan Courtney Reid (22 tahun), mahasiswa “Master of  Translation“ dari Monash University.

Saya bertemu dengan mahasiswi yang murah senyum ini berkat rekomendasi teman dari Indonesia yang juga sedang menyelesaikan PhD di Monash University.

Kalau bukan karena FBF ini, saya tidak tahu kalau ternyata di kampusku ada jurasan menarik  dan strategis ini. Courtney mendapatkan bukuku juga dari perpustakaan kampus yang secara rajin mengoleksi secara rapi dan terstruktur ribuan buku, jurnal, tabloid, koran dan majalah berbahasa Indonesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com