Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

20 Tahun Invasi Amerika ke Irak: Sejarah dan Perkembangan Terkini

Kompas.com - 15/03/2023, 18:31 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

Penulis: DW Indonesia

BAGHDAD, KOMPAS.com - Cuma butuh tiga pekan bagi aliansi Barat untuk menggulingkan diktator Irak Saddam Hussein pada 2003. Namun, apa yang terjadi kemudian adalah kehancuran dan pertumpahan darah selama dua dekade.

Ketika aliansi Barat menggulingkan Saddam Hussein pada 2003, Adel Amer merayakan apa yang diyakininya sebagai kebebasan dan berakhirnya isolasi internasional.

"Saya menari seperti orang gila dan sempat tidak percaya bahwa Saddam sudah dijatuhkan. Saya merasa seperti burung yang terbebas dari kandang". Adel adalah seorang desertir perang.

Baca juga: Sejarah Perang Irak vs Amerika: Awal Invasi, Tewasnya Saddam Hussein, hingga Pertempuran Lawan ISIS

Dia menolak bertaruh nyawa demi Saddam yang memerintahkan invasi terhadap Iran pada akhir 1980-an. Banyak pula yang mengambil langkah serupa dalam invasi Irak terhadap Kuwait.

Bekas Presiden AS, George W. Bush, saat berkunjung ke Irak, 2007.KEMENTERIAN PERTAHANAN AS/CHERIE A THURLBY via DW INDONESIA Bekas Presiden AS, George W. Bush, saat berkunjung ke Irak, 2007.
"Saya sadar bisa dihukum mati jika tertangkap. Tapi bertahan hidup tetap lebih baik, meski hanya sementara dan saya melakukannya. Sebab itu saya masih hidup hingga hari ini,” kata pria berusia 62 tahun itu.

Adel dibenci oleh tetangga dan bekas rekan sejawat di dinas kemiliteran. Namun, tidak ada yang berani mengadukannya ke kepolisian karena tahu ancaman eksekusi mati. "Saya banyak menderita dan terkadang, saya berpikir untuk bunuh diri.”

Demokratisasi berdarah di Irak

Presiden AS saat itu, George W Bush, memerintahkan serangan udara secara masif pada 20 Maret 2003, dengan klaim bahwa rezim Saddam memiliki senjata pemusnah massal. Tuduhan itu tidak pernah bisa dibuktikan.

Serangan udara pasukan koalisi disusul invasi darat oleh serdadu AS dan Inggris yang mencapai klimaks pada 9 April, yakni kejatuhan ibu kota Baghdad yang terkulminasi pada penggulingan patung Saddam Hussein.

Saddam baru ditangkap pada bulan Desember, saat bersembunyi di sebuah lubang di dekat Kota Tikrit. Dia diadili dan dieksekusi mati sebelum pergantian tahun.

Apa yang kemudian terjadi lebih menyerupai kisah horor, mulai dari perang berdarah di Fallujah, kejahatan HAM di penjara Abu Ghraib, perang saudara antara Sunni dan Syiah, hingga invasi ISIS yang pada 2015 menduduki separuh negeri.

Baca juga: 16 Juli dalam Sejarah: Saddam Hussein Jadi Presiden Irak pada 1979 Pasca-Kudeta

Petaka berkepanjangan

Jika dulu rezim Saddam merupakan satu-satunya sumber ancaman, kini petaka datang dari mana-mana, kata Adel Amer.

Kehidupannya membaik usai bekerja di sebuah perusahaan konstruksi asing pada 2010. Tiga tahun kemudian, dia ditangkap sekelompok milisi bersenjata dan dipukuli hingga babak belur.

"Mereka bilang saya tidak boleh bekerja untuk perusahaan Amerika Serikat karena pekerjaan itu menjadikan saya sebagai seorang mata-mata,” ujarnya.

"Bagi saya sulit menerima situasi ini. Saya tidak menderita di bawah rezim Saddam untuk lalu kehilangan keluarga di tangan teroris … hanya karena saya mengimpikan hidup yang lebih baik.”

Dia tetap bercita-cita meninggalkan Irak dan melanjutkan hidup dengan tenang di tempat lain. "Saya dulu harus bersembunyi di bawah rezim Saddam Hussein, dan sekarang saya lagi-lagi harus bersembunyi,” imbuhnya.

"Sebelum Invasi AS, hanya ada satu orang Saddam. Sekarang jumlahnya banyak.”

Baca juga: Nasib Ratusan Bekas Istana Saddam Hussein di Irak: Megah tapi Terabaikan dan Dicoret-coret

Artikel ini pernah dimuat di DW Indonesia dengan judul 20 Tahun Invasi AS di Irak: Harapan Berujung Tragedi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com