Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 02/07/2022, 18:35 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebelum Presiden RI Joko Widodo ke Ukraina dan Rusia pada Rabu (29/6/2022) dan Kamis (30/6/2022), ada empat konflik luar negeri yang didamaikan Indonesia.

Atau tepatnya, konflik ASEAN yang didamaikan Indonesia karena melibatkan negara-negara Asia Tenggara yaitu Filipina, Thailand, Kamboja, Vietnam, dan Myanmar.

Berikut daftar konflik luar negeri yang didamaikan Indonesia beserta penjelasan ringkasnya.

Baca juga: Kenapa Putin Tidak Pakai Meja Panjang Saat Bertemu Jokowi di Rusia?

1. Konflik Filipina Moro

Presiden Filipina Ferdinand Marcos diwawancarai pada 11 Maret 1985, oleh Georges Biannic, direktur regional Agence France Presse untuk Asia dan Pasifik, di Istana Malacanang, Manila. (AFP/Romeo Gacad) Presiden Filipina Ferdinand Marcos diwawancarai pada 11 Maret 1985, oleh Georges Biannic, direktur regional Agence France Presse untuk Asia dan Pasifik, di Istana Malacanang, Manila. (AFP/Romeo Gacad)
Niels Mudler dalam buku Wacana Publik Asia Tenggara (2005) menulis, bangsa Moro adalah penduduk minoritas beragama Islam di Mindanao, Filipina, yang jenuh karena selalu terpinggirkan sejak proses Kristenisasi tahun 1940 usai negara itu merdeka dari Amerika Serikat.

Dalam jurnal Universitas Tanjungpura berjudul Peran Indonesia dalam Upaya Penyelesaian Konflik antara Pemerintah Filipina dan Moro Nationalism Liberation Front (MNLF) tahun 2018 oleh Hardi Alunaza dan Dewa Anggara, disebutkan bahwa marginalisasi secara kontinyu terhadap masyarakat Muslim di Filipina Selatan menyebabkan perlawanan terhadap Pemerintah Filipina.

Peristiwa itu membuat tokoh politik Islam Filipina bernama Nur Misuari bangkit memperjuangan nasib Muslim Moro melalui organisasi Moro National Liberation Front (MNLF) yang didirikannya pada 1971.

Indonesia kemudian maju sebagai mediator. Selain karena sesama anggota ASEAN, RI juga mendapat pengakuan dari Pemerintah Filipina karena kesamaan sosial budaya dan politik.

Presiden Filipina saat itu, Ferdinand Marcos, meminta bantuan kepada Presiden Indonesia Soeharto. Namun, tidak semua usulan Soeharto diterima, terutama soal pengembalian tanah nenek moyang bangsa Moro.

Corazon Aquino dengan enggan memimpin upaya untuk menggulingkan Ferdinand Marcos, penguasa Filipina kala itu. (AFP) Corazon Aquino dengan enggan memimpin upaya untuk menggulingkan Ferdinand Marcos, penguasa Filipina kala itu. (AFP)
Situasi berangsur membaik pada 1996 saat terjadi pergantian rezim Pemerintah Filipina dari Ferdinand Marcos yang represif ke Corazon Aquino yang akomodatif. Aquino juga sempat ke Indonesia untuk memperbaiki kerja sama kedua negara.

Konflik Filipina-Moro berakhir dengan Final Peace Agreement 1996 yang menggantikan Perjanjian Tripoli. Kesepakatan terjalin setelah mendapat tawaran Presiden Soeharto untuk kembali menengahi konflik, dan disambut baik oleh Misuari.

Baca juga:

2. Konflik Kamboja dan Thailand

Seorang polisi Kamboja terlihat di candi Preah Vihear yang berada di dekat perbatasan dengan Thailand. Pengadilan Internasional memutuskan wilayah di sekitar candi yang diperebutkan Thailand dan Kamboja sejak 2011, merupakan wilayah kedaulatan Kamboja,TANG CHHIN SOTHY / AFP Seorang polisi Kamboja terlihat di candi Preah Vihear yang berada di dekat perbatasan dengan Thailand. Pengadilan Internasional memutuskan wilayah di sekitar candi yang diperebutkan Thailand dan Kamboja sejak 2011, merupakan wilayah kedaulatan Kamboja,
Konflik ASEAN yang didamaikan Indonesia selanjutnya adalah konflik Kamboja dan Thailand. Pada 22 Februari 2011 digelar ASEAN Foreign Minister's Meeting (pertemuan informal para Menlu ASEAN) untuk menyelesaikan permasalahan itu.

Dikutip dari Kompas.com pada 8 Mei 2011, konflik Thailand dan Kamboja terjadi karena sengketa perbatasan akibat peta yang dikeluarkan kartografer Perancis pada 1908.

Perancis mengatakan, perbatasan harus diputuskan menurut garis batas air di sepanjang jarak gunung Dongrak. Dalam peta mereka candi Preah Vihear terletak di ketinggian 525 meter, dengan jalan turun berada di wilayah Kamboja dan sebagian lainnya di wilayah Thailand.

Thailand kehilangan candi itu pada 1962 ketika sengketa atas kepemilikan candi dibawa ke Pengadilan Internasional di Den Haag. Pengadilan memutuskan kepemilikan candi kepada Kamboja, lalu sengketa garis perbatasan dengan Thailand pun terjadi.

Pertemuan informal para Menlu ASEAN diprakarsai Indonesia selaku Ketua ASEAN, dan merupakan tindak lanjut dari hasil sidang Dewan Keamanan PBB.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com