ADDIS ABABA, KOMPAS.com - Wilayah Tigray di Ethiopia utara menjadi medan perang sejak 14 bulan lalu ketika Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed mengerahkan pasukan untuk menggulingkan partai Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF).
Dikutip dari AFP, berikut adalah kronologi perang Ethiopia Tigray, penyebab konflik, dan situasi terkini.
Baca juga: PBB: 108 Warga Tewas dalam Serangan Udara Pasukan Ethiopia di Tigray
Dia menyalahkan partai yang berkuasa di kawasan itu, TPLF, yang mendominasi politik Ethiopia selama hampir tiga dekade sebelum dia menjabat pada 2018.
Setelah 10 hari pertempuran, PBB memperingatkan kemungkinan kejahatan perang di Tigray.
Eritrea yang merupakan negara tetangg Ethiopia--lokasi Abiy menandatangani kesepakatan damai pada 2018 yang membantunya memenangi Hadiah Nobel Perdamaian--dilaporkan telah mengerahkan pasukan ke Tigray untuk membantu pasukan Ethiopia.
Dua minggu kemudian pasukan pemerintah merebut ibu kota Tigray, Mekele.
Pada 28 November 2020, Abiy menyatakan operasi militer selesai, tetapi pertempuran terus berlanjut.
Selama berbulan-bulan Ethiopia dan Eritrea menyangkal keterlibatan pasukan Eritrea meskipun Amerika Serikat menuding ada pembersihan etnis.
Pada 23 Maret 2021, Abiy mengakui kehadiran pasukan Eritrea dan para pihak terkait mengatakan bahwa mereka membantai lebih dari 100 warga sipil di Axum.
Pemilu kemudian diadakan di sebagian besar Ethiopia pada Juni 2021, tetapi tidak di Tigray.
Baca juga:
Pemberontak melakukan serangan balik yang mengejutkan dan merebut kembali Mekele pada akhir Juni 2021, kemudian merangsek masuk ke wilayah Amhara dan Afar yang berdekatan.
Pada 2 Juli 2021, PBB mengatakan bahwa 400.000 orang berada di ambang kelaparan di Tigray.
Pemberontak menolak seruan AS untuk mundur, dan pada 10 Agustus 2021 Abiy mendesak warga sipil untuk bergabung dengan tentara Ethiopia.
Abiy dilantik untuk masa jabatan lima tahun ke depan pada 4 Oktober 2021.
Dua minggu kemudian, pesawat Ethiopia meluncurkan serangan mematikan di Mekele dan di tempat-tempat lain di Tigray.
Pada akhir Oktober 2021, orang Tigrayan--yang sekarang bergabung dengan kelompok pemberontak dari daerah lain--mengeklaim menguasai dua kota utama di Amhara, hanya beberapa ratus kilometer di utara Addis Ababa.
Keadaan darurat nasional diumumkan pada 2 November 2021.
Hari berikutnya sebuah laporan gabungan PBB-Ethiopia mengatakan, kejahatan terhadap kemanusiaan bisa saja dilakukan oleh semua pihak.
Pada minggu-minggu pertama bulan Desember 2021, pemerintah mengatakan telah merebut kembali serangkaian kota, termasuk situs Warisan Dunia UNESCO Lalibela.
Baca juga:
Pada 20 Desember 2021, pemberontak mengatakan bahwa mereka mundur dari Amhara dan Afar lalu mundur ke Tigray.
Dua hari kemudian, pemerintah mengatakan pasukannya tidak akan maju lebih jauh ke wilayah Tigray, meningkatkan harapan kemungkinan pendinginan konflik.
Saat tahun 2021 berakhir, PBB mengatakan puluhan warga sipil tewas di Tigray antara 19-24 Desember dalam serangkaian serangan udara paling intens selama beberapa bulan.
Para dokter di Tigray pada 5 Januari 2022 memperingatkan bahwa orang-orang mati sia-sia karena obat-obatan ditahan oleh blokade wilayah tersebut.
Dalam langkah mengejutkan pada 7 Januari 2022, Addis Ababa mengumumkan amnesti untuk beberapa tokoh TPLF yang ditahan dan pemimpin oposisi terkemuka dalam upaya mengenalkan rekonsiliasi nasional.
Pada hari yang sama, 56 orang tewas dalam serangan drone di sebuah kamp pengungsi di Dedebit, barat laut Tigray, menurut pemberontak.
Badan-badan bantuan menangguhkan operasi di daerah itu. PBB mengatakan bahwa intensifikasi serangan udara mengkhawatirkan.
Baca juga: Di Ethiopia, Sekarang Masih Tahun 2014, Kok Bisa?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.