Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indonesian Insight Kompas
Kelindan arsip, data, analisis, dan peristiwa

Arsip Kompas berkelindan dengan olah data, analisis, dan atau peristiwa kenyataan hari ini membangun sebuah cerita. Masa lalu dan masa kini tak pernah benar-benar terputus. Ikhtiar Kompas.com menyongsong masa depan berbekal catatan hingga hari ini, termasuk dari kekayaan Arsip Kompas.

Madeleine Albright, Perempuan Pertama Jadi Menlu AS yang Pernah Sambangi Kim Jong Il

Kompas.com - 24/03/2022, 15:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MADELEINE Albright, perempuan pertama Amerika Serikat (AS) yang menjadi Menteri Luar Negeri AS, meninggal pada Rabu (23/3/2022) siang waktu setempat. 

Datang sebagai kanak-kanak pengungsi, jejak diplomasinya disandingkan dengan sosok Margareth Tachter yang pernah menjadi Perdana Menteri Inggris.

Harian Kompas edisi 7 Desember 1996 memprofilkannya dengan judul Madeleine Albright, Wanita Besi dari AS, saat namanya diusulkan ke Senat AS untuk menjadi Menteri Luar Negeri. 

Sosok Albright digambarkan sebagai orang yang hati-hati tetapi terus terang dalam berbicara, hangat tetapi keras. Saat menjadi Duta Besar AS di PBB, Albright punya reputasi sebagai orang yang berbicara keras, cenderung sinis dan galak.

Meski demikian, Albright juga sempat bikin para tamu dan penjamunya blingsatan di Kuala Lumpur pada 29 Juli 1997, di tengah makan malam perpisahan dengan para pemimpin ASEAN.

"Harus saya akui, para pria ASEAN paling seksi di antara kaum pria Asia," kata Albright seperti dikutip harian Kompas edisi 30 Juli 1997.

Di forum yang sama, Allbright mengubah lirik lagu Dont Cry Argentina dengan kata-kata tentang ASEAN dan para pemimpinya. Dia menyanyikan sendiri lagu dengan lirik yang sudah diubah itu. 

Mencuat di era Clinton

Albright menjadi Menteri Luar Negeri AS di era Presiden Bill Clinton. Pernah menjadi Duta Besar AS untuk PBB, dia dianggap sebagai salah satu negarawan paling berpengaruh pada eranya.

Salah satu jejak lobinya adalah Operasi Orient Express yang menggagalkan pemilihan kembali Boutros Boutros Gali menjadi Sekjen PBB.

Baca juga: 10 Diplomat Paling Berpengaruh dalam Peristiwa Diplomasi Bersejarah

Dikutip dari AFP, Clinton dalam ungkapan dukanya untuk Albright menyebut perempuan ini sebagai kekuatan untuk kebebasan, demokrasi, dan hak asasi manusia. 


"(Kematiannya) adalah kehilangan besar bagi dunia," kata Clinton, seperti dikutip AFP, Kamis (24/3/2022) pagi. 

Presiden Joe Biden menyatakan Albright telah mengubah arus sejarah dunia dan tak segan menentang kesepakatan sekaligus merubuhkan hambatan, lagi dan lagi. 

Dewan Keamanan PBB pada pertemuan Rabu petang waktu setempat, menghentikan sejenak aktivitas terkait krisis kemanusian Ukraina, untuk mengheningkan cipta bagi Albright. 

Tak perlu lagi tumpahkan teh

Clinton menunjuk Albright menjadi Menlu AS pada 1997. Saat itu, dia menyatakan bahwa gender tidak ada hubungannya posisi yang didapat Albright ini. 

Namun, bagi Albright, penunjukan tersebut disadari punya arti penting. 

"Dulu, satu-satunya cara seorang perempuan dapat menyuarakan pandangannya soal kebijakan luar negeri adalah dengan menikahi diplomat lalu menumpahkan teh ke pangkuan duta besar (negara) yang bermasalah," ujar dia saat berpidato di forum Women in Foreign Policy Group.

"Hari ini, perempuan terlibat dalam setiap aspek urusan global."

Albright memimpin Kementerian Luar Negeri di dunia pasca-Perang Dingin, ketika Amerika Serikat muncul sebagai satu-satunya negara adidaya.

Setelah era Margaret Thatcher menjalankan pemerintahan Inggris berakhir, Albright jadi wajah baru perempuan kuat di ajang diplomasi global, yang mampu memimpin diskusi penting para pemimpin dunia tentang pengendalian senjata, perdagangan, terorisme, dan masa depan NATO.

Baca juga: Profil Retno Marsudi: Nobody, Anak Gunung, dan Perempuan Pertama Jadi Menlu Indonesia

Rekam jejak

Lahir sebagai Marie Jana Korbelova di Cekoslowakia pada 15 Mei 1937, Albright datang ke Amerika Serikat sebagai pengungsi bersama keluarganya pada 1948 dan menjadi warga negara AS pada 1957.

Ayahnya, Josef Korbel, seorang diplomat, berpindah agama dari Yahudi ke Katolik setelah keluarganya melarikan diri ke London pada 1939 menghindari kejaran Nazi. 

Albright mengaku baru tahu soal darah Yahudi-nya di hari tua, termasuk fakta tiga dari kakek neneknya meninggal di kamp konsentrasi Nazi.

Fasih berbahasa Inggris, Ceko, Perancis, dan Rusia, gelar sarjana Albright didapat dari Wellesley College dan doktoral ilmu politiknya diraih di Columbia University. Setelah itu dia bekerja ke senator Edmund Muskie dari kubu Demokrat. 

Di era Presiden Jimmy Carter, Albright bergabung ke Dewan Keamanan Nasional di Gedung Putih. Carter lengser, Albright jadi dosen di Georgetown University, Washington. Meski begitu, suaranya terutama soal kebijakan luar negeri tetap dianggap berpengaruh di Demokrat. 

Pada 1993, Albright mendapat mandat menjadi Duta Besar AS untuk PBB. Mandat ini dia pegang sampai 1997 untuk berlanjut menjadi Menteri Luar Negeri AS pada tahun itu. 

Penyesalan Albright

Sebagai diplomat nomor satu Amerika, Albright menyerukan penggunaan kekuatan ketika konflik di Kosovo berubah menjadi pembersihan etnis.

Seruannya ini konsiten dengan sikap garis kerasnya ketika merespons Perang Bosnia saat dia masih menjadi Duta Besar AS di PBB.

Namun, tetap ada hal yang Albright sesali di sepanjang karier diplomasinya. Seperti diungkap Bloomberg, Albright menyebut penyesalannya adalah tragedi genosida Rwanda pada 1994 dan kegagalan mewujudkan perdamaian Timur Tengah. 

Pada 2012, Presiden Barack Obama menyebut keberanian dan ketangguhan Madeleine telah membawa perdamaian ke Balkan dan membuka jalan bagi kemajuan di beberapa sudut yang paling tidak stabil di dunia.

Pernyataan Obama itu disampaikan saat menyerahkan Presidential Medal of Freedom, penghargaan nasional tertinggi di Amerika Serikat bagi rakyat sipil.

Bertemu Kim Jong Il

Salah satu kunjungan terakhir Albright sebagai diplomat nomor satu Amerika Serikat adalah ke Korea Utara. Di sana dia bertemua dengan pemimpin Korea Utara, Kim Jong Il. 

Harian Kompas edisi 24 Oktober 2000 memuat kisah ini dalam judul Silaturahmi Madeleine Albright. Albright mampu mengantar Clinton sampai Pyongyang, dan melunakkan sikap Kim Jong Il pada saat itu.

Dalam jejak diplomasi Albright inilah, kerangka jenazah 14 tentara AS dikembalikan dari Korea Utara. Sebelumnya, Amerika Serikat memasukkan Korea Utara dalam daftar negara pendukung terorisme dan sebaliknya Korea Utara menyebut Amerika Serikat sebagai negara arogan. 

Dalam wawancaranya dengan AFP pada 2001, Albright menyatakan bakal terus terlibat dalam kebijakan luar negeri AS, sekalipun sudah tak lagi menjadi Menteri Luar Negeri. 

"Saya tidak akan menjadi orang yang suka diam-diam," kata Albright di wawancara tersebut. 

Albright mengaku tak pernah mengimajinasikan diri sebagai sosok perempuan tinggi dan pendiam. 

"Saya perempuan pendek, berisik, dan akan tetap beredar di luar," kata dia. 

Albright yang memang punya tinggi badan 1,5 meter ini, pendek, mengaku mencintai ranah dan topik kebijakan luar negeri. 

"Saya mencintai kebijakan luar negeri. Saya sangat tertarik dengan cara dunia berevolusi," lanjut Albright. 

Opini terakhir

Baru juga bulan lalu, 23 Februari 2022, Albright menulis opini di New York Times. Topiknya, serangan Rusia ke Ukraina. Judulnya tidak tanggung-tanggung, Putin Membuat Kesalahan Sejarah.

Di opini itu, Albright mengatakan bahwa pada 2000 dia adalah pejabat tinggi pertama AS yang menemui Putin sebagai Presiden Rusia.

Dia pun bertutur soal kesan pertamanya atas Putin dari pertemuan itu. "Dia kecil, pucat, begitu dingin nyaris seperti reptil."

Lalu, dua dekade berlalu. Albright tegas menyebut Putin membuat kesalahan sejarah dengan invasinya ke Ukraina. 

Pin dan bros tak tertandingi

Albright menikahi Joseph Albright pada 1959, punya tiga anak, lalu bercerai pada 1982. Biografinya terbit pada 2023, Madam Secretary

Tak semuanya serba serius melulu, Albright menulis juga buku soal koleksi brosnya. Dalam wawancara dengan majalah Smithsonian pada 2010, Albright menyebut bros-bros kadang-kadang merefleksikan persoalan apa saja yang pernah dihadapinya. 

Saat masih menjadi Duta Besar AS di PBB, Albright pernah dijuluki sebagai "ular tak tertandingi" oleh media Irak pro rezim penguasa.

Respons Madeleine soal sebutan itu? Dia mengenakan pin ular di sidang PBB yang membahas topik Irak. 

Obituari Biden pun lantas menyebut Albright menggunakan kecerdasan dan ketajaman pemikirannya dalam setiap peran. 

"Koleksi pin (dan bros)-nya tak tertandingi, (bersama kecerdasan dan ketajamannya) tak jarang (digunakan) untuk memajukan keamanan nasional dan mempromosikan perdamaian dunia," kata Biden, Rabu waktu setempat. 

Selamat jalan, Madeleine...

 

Naskah: KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI

Catatan: Semua artikel harian Kompas yang dicuplik di tulisan ini dapat diakses publik melalui layanan Kompas Data

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com