Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Koridor Kemanusiaan dalam Situasi Perang

Kompas.com - 10/03/2022, 12:00 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Editor

KOMPAS.com - Tujuan utama pembentukan koridor kemanusiaan adalah penyelamatan warga sipil. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memandang koridor kemanusiaan sebagai salah satu dari sejumlah kemungkinan, untuk menghentikan sementara konflik bersenjata.

Koridor kemanusiaan biasanya terbatas dalam lokasi tertentu dan tempo tertentu pula. Zona demiliterisasi disepakati oleh kedua pihak yang terlibat perang.

Baca juga: Rangkuman Hari Ke-14 Serangan Rusia ke Ukraina, Sanksi Baru ke Rusia, Listrik Chernobyl Terputus, 1.335 Korban Sipil

Koridor kemanusiaan bisa digunakan untuk memasok makanan, obat-obatan, bantuan medis atau juga mengevakuasi warga sipil dari kawasan pertempuran.

Dalam sejarahnya, koridor kemanusiaan diterapkan sejak pertengahan abad ke 20.

Salah satu contoh paling terkenal adalah pemindahan anak-anak Yahudi dari kawasan yang dikuasai Nazi Jerman pada 1938 hingga 1939, dan dievakuasi menuju Inggris. Atau saat pengepungan kota Sarajevo di Bosnia dari 1992 hingga 1995. Termasuk saat evakuasi warga kota Ghouta di Suriah pada 2018.

Ada juga kasus yang sangat jarang, dimana koridor kemanusiaan justru digagas oleh kedua pihak yang terlibat perang. Misalnya jembatan udara oleh Amerika Serikat saat blokade kota Berlin oleh Uni Soviet pada 1948 hingga 1949.

Baca juga: POPULER GLOBAL: Ukraina Tak Lagi Tuntut Keanggotaan NATO | Biden Ditolak Arab Saudi dan UEA

Rawan disalahgunakan

Namun tidak selalu pembentukan koridor kemanusiaan ini berlangsung mulus.

Misalnya dalam konflik bersenjata di Yaman, hingga saat ini PBB mengalami kegagalan dalam memediasi kedua pihak yang terlibat perang, untuk menerapkan gencatan senjata sementara dan membentuk koridor.

Koridor kemanusiaan dibentuk utamanya dalam kondisi di mana perang menyebabkan sebuah kota atau wilayah dikepung dalam waktu panjang, warga sipil terputus suplai kebutuhan pokoknya, seperti makanan, air bersih, obat-obatan atau aliran listrik.

Jalur penyelamatan ini juga harus dibentuk saat terjadi pelanggaran hukum perang, dimana para pihak yang terlibat konflik bersenjata membom atau menyerang instalasi warga sipil.

Dalam kebanyakan kasus, koridor kemanusiaan ini dimediasi oleh PBB. Tapi ada juga yang berdasarkan inisiatif lokal atau prakarsa organisasi bantuan kemanusiaan.

Baca juga: Serangan Udara Rusia Hantam Rumah Sakit Bersalin Ukraina, 17 Terluka

Pembentukan koridor harus disepakati oleh kedua belah pihak yang terlibat perang.

Siapa yang mendapat akses masuk juga harus disepakati bersama. Biasanya akses dibatasi untuk aktor yang netral. Misalnya pengamat PBB, organisasi bantuan independen seperti Palang Merah serta untuk melakukan pelaporan jika terjadi kejahatan perang.

Ironisnya upaya penyelamatan nyawa dari konflik ini tak jarang dimanfaatkan secara salah oleh pihak yang tak bertanggung jawab, yang menyalahgunakannya secara politis maupun militer.

Misalnya, disalahgunakan untuk menyelundupkan senjata atau bahan bakar ke kota yang dikepung, untuk salah satu atau kedua pihak yang berkonflik.

Untuk meminimalisir peluang penyalahgunaan, biasanya kedua pihak akan menyepakati: berapa lama waktu yang diberikan untuk evakuasi warga sipil, dan untuk kota atau kawasan mana.

Ada juga ketentuan khusus soal kendaraan apa yang akan dan diizinkan digunakan, apakah itu bus, truk atau bahkan helikopter dan pesawat terbang.

Jika batas waktu yang disepakati habis, koridor kemanusiaan ditutup lagi, dan perang berlanjut.

Baca juga: Rusia Ajak AS Kembali ke “Kondisi Damai” Seperti pada Masa Perang Dingin

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com