KOMPAS.com - Masa depan NATO, aliansi keamanan transatlantik, berada di pusat kebuntuan dalam konflik Rusia-Ukraina.
Moskwa menginginkan jaminan bahwa tetangganya, bekas negara Soviet, akan dilarang secara permanen untuk bergabung dengan aliansi yang dipimpin Amerika Serikat (AS).
Baca juga: POPULER GLOBAL: Presiden Zelensky Merasa Ukraina Dibiarkan Sendiri | Rusia Kalah di 3 Kota Ukraina
Presiden Rusia Vladimir Putin juga menyerukan NATO untuk menghentikan semua aktivitas militer di Eropa Timur, dan menyalahkan aliansi itu karena merusak keamanan di kawasan.
Akan tetapi para pemimpin Barat telah menolak tuntutan tersebut.
Mereka berpendapat Kremlin tidak dapat diizinkan untuk secara efektif memveto keputusan kebijakan luar negeri Kiev dan membela "kebijakan pintu terbuka" NATO, yang memberikan hak kepada negara Eropa mana pun untuk meminta bergabung.
Di tengah kebuntuan, berikut adalah lima hal yang perlu Anda ketahui tentang NATO:
Baca juga: Sejarah Hubungan Ukraina dengan NATO
Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) didirikan pada 1949, setelah Perang Dunia II.
Aliansi tersebut awalnya merupakan bagian dari upaya AS dan sekutu Eropanya untuk menghalangi perluasan Uni Soviet (USSR) saat itu, dan mengurangi kemungkinan konflik di benua itu dengan mendorong integrasi politik yang lebih besar di antara negara terkuatnya.
Dalam beberapa dekade sejak itu, NATO terus memperluas orbitnya, membawa sejumlah negara Eropa tengah dan timur ke dalam jajarannya setelah Uni Soviet runtuh.
Perluasan ini telah mengganggu Moskwa, yang waspada terhadap aliansi yang bermarkas di Brussel, semakin mendekati perbatasannya dan mengepungnya dari Barat.
Baca juga: Tepis Kabar Sudah Melarikan Diri, Presiden Ukraina Unggah Video: Kami di Sini
Anggota NATO terdiri dari 30 negara.
Belgia, Kanada, Denmark, Prancis, Islandia, Italia, Luksemburg, Belanda, Norwegia, Portugal, Inggris, dan AS adalah anggota pendirinya.
Negara anggota terbaru adalah Makedonia Utara, yang bergabung pada 2020.
Ada pula tiga negara mitra yang disebut - Ukraina, Bosnia dan Herzegovina dan Georgia - telah menyatakan aspirasi mereka untuk menjadi bagian dari aliansi. Mereka mengatakan tujuannya adalah "untuk menjamin kebebasan dan keamanan anggotanya melalui cara politik dan militer".
Baca juga: Dobrak Protokol Diplomatik, Paus Fransiskus Datangi Kedutaan Rusia Bahas Soal Ukraina
Ukraina telah berulang kali menyatakan niatnya untuk menjadi negara anggota NATO – sebuah tujuan yang tertulis dalam konstitusi negara.
Bergabung dengan aliansi akan meningkatkan kekuatan pertahanan Ukraina, karena “prinsip pertahanan kolektif NATO”.
Prinsip itu – yang ditetapkan oleh Pasal 5 dalam perjanjian pendirian NATO – berarti serangan terhadap satu sekutu dianggap sebagai serangan terhadap semua sekutu, dan anggotanya berkomitmen untuk melindungi satu sama lain.
Baca juga: 3 Negara yang Abstain Terkait Resolusi PBB Penghentian Invasi Rusia ke Ukraina
Pada 2008, para pemimpin NATO berjanji kepada Ukraina bahwa suatu hari akan memberikan kesempatan untuk bergabung dengan aliansi tersebut. Tetapi meskipun kerja sama yang semakin dalam di tahun-tahun sejak itu, diperkirakan kecil kemungkinan hal itu terjadi dalam waktu dekat.
Kekuatan Barat belum yakin bahwa Kiev telah melakukan cukup banyak upaya untuk memberantas korupsi dan memenuhi kriteria politik, ekonomi, dan militer lainnya yang diperlukan untuk memasuki aliansi tersebut, sebagaimana ditetapkan dalam Studi tentang Perluasan 1995.
Melansir Al Jazeera, Anggota NATO mungkin juga mewaspadai Ukraina bergabung dalam aliansinya sementara ketegangan dengan Moskwa tetap tinggi. Langkah itu disadari dapat menarik aliansi ke dalam konflik langsung dengan Rusia jika meluncurkan serangan, setirit prinsip pertahanan kolektifnya.
Baca juga: Bertempur Sengit, Ukraina Tangkis Serangan Rusia di Jalan Utama Kiev
Pada Senin (20/2/2022), Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan masalah keanggotaan Ukraina "tidak ada dalam agenda" pembahasan setelah pembicaraan dengan Volodymyr Zelenskyy di Kiev, meskipun presiden Ukraina menyatakan kembali ambisi keanggotaan negaranya.
Semua 30 sekutu NATO harus dengan suara bulat menyetujui negara baru menjadi bagian dari aliansi.
Putin mengatakan sekarang saatnya gelombang ekspansi NATO dilawan dan mendesak aliansi menjamin bahwa Ukraina tidak akan pernah diizinkan menjadi anggota.
Menurutnya, Barat telah mengkhianati Moskwa dengan melanggar komitmen verbal yang dibuat pada akhir Perang Dingin, bahwa NATO tidak akan memperluas ke timur. Aliansi menyangkal bahwa janji semacam itu dibuat.
Dalam unjuk kekuatan, Rusia telah mengerahkan lebih dari 100.000 tentara di sekitar perbatasan Ukraina dan mengirimkan tuntutan keamanan ke Washington dan NATO.
Sebagai tanggapan, aliansi tersebut (AS dan sekutu Eropanya) telah berebut untuk bernegosiasi dengan Moskwa dan meredakan situasi.
Baca juga: Tanggapi Perang Rusia vs Ukraina, NATO Kirim 100 Jet Tempur
Tapi upaya diplomasi tingkat tinggi membuahkan sedikit keberhasilan. Washington dan NATO menolak tuntutan utama Kremlin. Sementara Rusia menolak mengalah atas permintaannya agar aliansi itu menghentikan semua aktivitas militer di Eropa Timur dan Ukraina dilarang menjadi anggota.
Ketika ketegangan terus meningkat, para pemimpin Barat, termasuk Presiden AS Joe Biden, mengklaim tidak akan mengirim pasukan untuk mempertahankan Ukraina jika terjadi invasi Rusia.
Tetapi beberapa sekutu Kiev di NATO, dengan pengecualian Jerman, telah memasok senjata ke Kiev, saat negara itu meningkatkan persiapan untuk mengusir potensi serangan.
Sementara itu, NATO telah bergerak memperkuat sayap timurnya dengan pasukan tambahan dan alat-alat militer.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.