Sejak invasi, musuh bebuyutan Amerika, Iran, memperkuat pengaruhnya atas Irak, mendukung pasukan paramiliter Hashed Al Shaabi yang memainkan peran kunci dalam mengusir ISIS.
Pada 31 Desember 2019, ribuan warga Irak menyerang kedutaan AS di Baghdad untuk memprotes pemboman mematikan terhadap faksi Hash.
Pada 3 Januari 2020, jenderal top Iran Qasem Soleimani dan komandan senior Hash Abu Mahdi Al Muhandis tewas dalam serangan drone AS di Baghdad.
Iran membalasnya dengan serangan rudal di pangkalan yang menampung tentara AS di Irak.
Baca juga: Profil Qasem Soleimani, Jenderal yang Kematiannya Melemahkan Iran
Parlemen Irak menyerukan diakhirinya kehadiran pasukan asing di negara itu.
Pada Agustus 2020, presiden AS saat itu Donald Trump mengatakan, pasukan AS akan meninggalkan Irak tetapi tidak menyebutkan tanggalnya. Jumlah pasukan dikurangi dari 5.200 menjadi 3.000 pada September.
Pada Juli 2021, Presiden Joe Biden mengatakan, operasi tempur AS di Irak akan berakhir tahun itu, tetapi tentara akan terus melatih, memberi saran, dan mendukung militer Irak dalam perang melawan ISIS.
Sekitar 2.500 tentara AS tetap berada di Irak tetapi kelompok pro-Iran ingin mereka keluar pada 31 Desember.
Irak mengumumkan bahwa misi tempur koalisi berakhir pada 9 Desember 2021, dengan transisi ke misi non-tempur akan selesai pada akhir 2021.
Baca juga: Akhir dari Perang Saudara China dan Sejarah Berdirinya Taiwan
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.